BAHAN AJAR MATA KULIAH: ADMINISTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN DAN KELEMBAGAAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA IAIN BENGKULU


BAHAN AJAR
MATA KULIAH: ADMINISTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN DAN KELEMBAGAAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA IAIN BENGKULU

Desain Kurikulum
Administrasi supervisi pendidikan ditentukan 3 sks, dengan ketentuan menyelesaikan berbagai tugas, yang meliputi: membaca berbagai refrensi, membuat laporan dan refleksi bacaan, analisis konsep, pengembangan rencana yang terkait dengan implementasinya, dan penyusunan makalah diskusi dan interaksi dalam kuliah. Untuk pengukuran hasil perkuliahan dilakukan UTS dan UAS. Matakuliah Adminisitrasi Supervisi Pendidikan dirancang 14 minggu/pertemuan, 1 pertemuan untuk UTS dan 1 pertemuan untuk UAS.
Pertemuan 1: Memahami administrasi supervisi, tujuan, jenis, prinsip  dan pendekatan dalam supervisi pendidikan

Pemahaman administrasi supervisi.

Administrasi pendidikan menurut para ahli seperti Ngalim Purwanto menyebutkan adiministrasi pendidikan merupakan proses pengarahan dan peningkatan yang terjadi baik tiap personal spiritual dan juga matriil yang saling terkait satu sama lain dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan.[1] Ross L (1980) supervisi pelayan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilak perubahan. Purwanto (1987) supervisi adalah suatu aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Mulyasa (2002) supervisi adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpi guru-guru dan tenaga kependidikan, untuk memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan bahan pengajaran dan metode mengajar serta evaluasi pengajaran. Manullang (2005) supervisi adalah proses untuk menerapkan pekerjaan yang dilaksanakan, menilainya, mengoreksinya dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Supervisi merupakan usaha memberi pelayanan agar guru menjadi lebih profesional dalam menjalankan tugas melayani peserta didik. Bafadal (2005) supervisi adalah suatu layanan profesional berbentuk pemberian bantuan kepada personel dalam meningkatkan kemampuannya sehingga lebih mampu mempertahankan dan melakukan perubahan penyelengaraan sekolah dalam upaya meningkatkan pencapaian tujuan sekolah. Sagala (2009) supervisi adalah bantuan dan bimbingan profesional bagi guru dalam melaksanakan tugas instruksional guna memperbaiki hal belajar dan mengajar dengan melakukan stimulasi, koordinasi dan bimbingan secara kontinu dalam upaya meningkatkan pertumbuhan jabatan guru secara individual maupun kelompok. Masaong (2010) supervisi adalah usaha menstimulasi, mengkoordinasi. Dan membimbing pertumbuhan guru-guru di seolah, baik secara individual maupun kelompok, dengan tenggang rasa dan tindakan-tindakan pedagogis yang efektif, sehingga mereka lebih mampu menstimulasi dan membimbing siswa untuk lebih mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang demkratis

Tujuan supervisi pendidikan
Menurut Mulyasa (2013) tujuan supervisi pendidikan sebagai berikut: (1) Membina kepala sekolah dan guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersebut; (2) Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif; (3) Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitasnya dan kesulitan belajar mengajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan; (4) Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru serta warga sekolah lain terhadap cara kerja yang demokratis dan komprehensif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong; (5) Memperbesar semangat guru dan meningkatkan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan kinerja secara maksimal dalam profesinya; (6) Membantu kepala sekolah untuk mempopulerkan pengembangan program pendidikan di sekolah kepada masyarakat; (7) Melindungi orang yang di supervisi terhadap tuntutan yang tidak wajar dan kritik yang tidak sehat dari masyarakat; (8) Membantu kepala sekolah dan guru dalam mengevaluasi aktivitasnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik; dan (9) Mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan (kolegialitas) di antara guru.
Jenis-jenis Supervisi

Menurut Suhardan (2010), terdapat tiga jenis supervisi, yaitu: (1) Supervisi akademik, yaitu supervisi yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada masalah akademik, yakni hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses pembelajaran; (2) Supervisi administrasi, yaitu supervisi yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dengan pelancar terlaksananya pembelajaran; (3) Supervisi lembaga, yaitu supervisi yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek yang berada di sentral madrasah. Jika supervisi akademik dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran, maka supervisi lembaga dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik madrasah atau kinerja madrasah.
Menurut Sahertian (2008), ada beberapa jenis supervisi pendidikan, diantaranya yaitu: Pertama, Supervisi konvensional, yaitu model supervisi yang menganut paham bahwa supervisor sebagai seseorang yang memiliki power untuk menentukan nasib kepala sekolah dan guru. Dalam kegiatan supervisinya, supervisor yang bergaya konvensional melihat kesalahan kepala sekolah, guru, dan karyawan bahkan selalu mengawasi kepala sekolah, guru, dan karyawan. Model supervisi ini adalah supervisor selalu mencari kesalahan orang yang di supervisi, sehingga dalam menjalankan tugasnya sewenang-wenang tidak mau menerima masukan dari orang yang di supervisi meskipun usulan yang dikemukakan itu baik.
Kedua, Supervisi artistik, yaitu model supervisi yang menuntut seorang supervisor dalam melaksanakan tugasnya harus berpengetahuan, berketerampilan, dan memiliki sikap arif. Ciri-ciri model supervisi artistik diantaranya yaitu: (1) Membutuhkan perhatian agar lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara; (2) Membutuhkan tingkat pengetahuan yang cukup; (3) Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda; (4) Menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak terhadap proses kehidupan kelas; (5) Membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik dalam cara mengungkapkan apa yang dimiliki terhadap orang lain yang dapat membuat orang lain menangkap dengan jelas ciri ekspresi yang diungkapkan itu; dan (6) Membutuhkan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan.
Ketiga, Supervisi ilmiah, yaitu supervisi yang dilaksanakan pengawas atau kepala sekolah untuk menilai kinerja kepala sekolah atau guru dengan cara memberikan angket untuk diisi oleh kepala sekolah atau guru, kemudian dicari pemecahannya dilakukan dengan terencana, kesinambungan, sistematis, menggunakan alat atau instrumen yang dibutuhkan untuk memperoleh data yang diperlukan secara baik dan apa adanya (objektif). Ciri ciri supervisi yang bersifat ilmiah, diantaranya yaitu: (1) Dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan atau berkelanjutan; (2) Dilaksanakan dengan sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu; dan (3) Dilaksanakan dengan menggunakan alat atau instrumen pengumpulan data; dan (5) Dilaksanakan dapat menjaring data yang apa adanya (objektif).
Keempat, Supervisi klinis, yaitu supervisi yang dilakukan berdasarkan adanya keluhan dari guru yang disampaikan kepada supervisor. Supervisi klinis ini berbentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan pembelajaran dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.

Prinsip Supervisi

Menurut Sahertian (2000), ada empat prinsip dalam supervisi,diantaranya: (1) Prinsip ilmiah, prinsip ilmiah mencakup tiga unsur, yaitu: Sistematika (dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinyu), Objektif (data yang didapat pada observasi yang nyata bukan tafsiran pribadi) dan Menggunakan alat (instrument) yang dapat memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar-mengajar; (2) Prinsip demokratis, yaitu menjunjung tinggi asas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain; (3) Prinsip kooperatif, meliputi seluruh staff dapat bekerja sama, mengembangkan usaha bersama dalam menciptakan situasi belajar-mengajar yang lebih baik; dan (4) Prinsip konstruktif dan kreatif, meliputi membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan dapat menggunakan potensi-potensinya.

Pendekatan dalam Supervisi

Menurut Sahertian (2000), ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan dalam supervisi, yaitu: Pertama, Pendekatan direktif (langsung), yaitu cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung, sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap psikologis behavioristis. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus.
Kedua, Pendekatan non-direktif (tidak langsung), yaitu cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Pendekatan non-direktif ini berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik yang sangat menghargai orang yang dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru.
Ketiga, Pendekatan kolaboratif, yaitu cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif menjadi suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini, baik supervisor maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu.

Pertemuan 2: Memahami kepemimpinan dalam supervisi pendidikan

1.  Menganalisis teori kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan memiliki peran strategis, karena menduduki tempat yang sangat penting dalam supervisi. Supervisi merupakan kunci perbaikan pengajaran. Seperti; (1) kurikulum; (2) strukur organisasi; (3) penataan staf pengajar; (4) rekrutmen staf pengajar baru; (5) berbagai program jalan pintas; (6) penataan staf administrasi dan supervisi; dan (7) program regular jangka panjang.
Upaya kepemimpinan sebagai kepala sekolah atau supervisor merupakan kunci perbaikan mutu pendidikan, sebagai berikut:  (1) supervisor dipersyaratkan memiliki pendidikan sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan. Dengan kualifikasi tersebut dimaksudkan agar ia mempunyai keberanian bertindak pada orang yang dipimpinnya; (2) supervisor perlu dimasukkan dalam tim ahli berbagai perencanaan perubahan dan pembaharuan pengajaran. Hal ini dimaksudkan agar supervisor mendapat bahan informasi dari tangan perancang pertama. Dengan demikian ia tidak tertinggal dari kepala sekolah dan guru yang disupervisinya dan terikat pada langkah-langkah pengajaran baru; (3) sepervisor sudah waktunya diberikan kebebasan untuk memprakarsai satu atau dua eksperimen pengajaran yang profesional tanpa takut mendapat sanksi administratif. Dalam hal ini pihak atasannya tidak Cuma bersimpati atas prakarsa itu tetapi mereka juga melangkah kearah yang sama. Eksperimen itu harus dirancang secara matang dengan tujuan agar dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan menambah wawasan pengetahuan yang lebih pada murid-murid yang dikenai oleh eksperimen; (4) rekrutmen tenaga supervisor dapat juga diseleksi dari guru-guru bidang studi yang telah lama berpengalaman dan mempunyai potensi untuk diangkat menjadi supervisor. Mereka yang sudah terpilih ini diberi kesempatan tugas belajar di jurusan Administrasi dan Supervisi Pendidikan atau jurusan yang cocok untuk menjadi supervisor; (5) pemilihan tenaga supervisor harus dirancang lebih awal dengan merekrut tenaga spesialis bidang yang diperlukan yang sudah duduk di tingkat akhir strata (S1) atau (S2). Setelah mereka lulu diberi kesempatan mengajar selama jangka waktu yang ditentukan kemudia dipromosikan menjadi wakil kepala sekolah, kepala sekolah dan akhirnya menjadi supervisor, jika dia dapat memperlihatkan prestasi kerja yang baik; (6)  setiap kantor untuk supervisor perlu dilengkapi dengan satu set buku teks danpublikasi mutakhil lain yang berkaitan dengan bidang tugas masing-masing supervisor agar mereka tetap memiliki pengetahuan yang segar dalam bidangnya. Pengadaan sara ini dimaksudkan agar mereka mampu membantu guru yang mengalami kesulitan dalam bidang tersebut; (7) setiap kantor untuk supervisor perlu dilengkapi dengan sarana transportasi yang memadai. Kendaraan ini semata-mata digunakan untuk mengadakan kunjungan ke sekolah, konferensi dinas, peninjauan antar provinsi dan sejenisnya. Dengan resedianya sarana ini tidak ada alasan lagi bagi supervisor untuk hanya tetap diam di kantornya. Dia hatus membuat daftar perjalanan rutin tiap minggu dan kunjungan secara tiba-tiba sekali sebulan; (8) supervisor harus dapat mengkoordinasikan semua kegiatan yang bersangkut-paut dengan urusan sekolah terutama pada kegiatan belajar mengajar di sekolahnya dengan lebih memperhatikan yang menjadi prioritas utama. Kriteria prioritas utama harus lebih menekankan pada kebutuhan yang banyak dari pada kebutuhan perorangan. Dengan penggunaan kriteria ini banyak orang yang dapat diselamatkan, meskipun mungkin ada orang yang akan merasa kecewa keinginan pribadinya tidak terpenuhi; (9)   supervisor perlu menyediakan waktu tertentu bagi staf pengajarnya yang telah selesai menjalani penataran dan/atau pendidikan lanjutan. Hal ini dimaksudkan agar penerima pendidikan lanjutan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya itu bagi kepentingan dia sendiri dan kawan-kawan; dan (10) sudah masanya untuk merencanakan dan menggunakan sebuah komputer mini untuk setiap kantor supervisor. Hal ini dimaksudkan agar dia dapat memproses, menyimpan, dan memproduksi semua informasi yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Dengan demikian supervisor dapat menyusun file tiap-tiap sekolah yang menjadi bidang tugas dan tanggung jawabnya. Dalam setiap file sudah memuat informasi yang lengkap tentang sekolah yang bersangkutan.

2.      Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Kurikulum
Kepala sekolah merupakan diangkat menjadi pemimpin, dan ditunjukdan harus tunduk kepada pemerintah yang menunjuknya. Dengan demikian pimpinan, kepala sekolah, supervisor, kepala, ketua, mandor sampai kepada jabatan gubernur, meteri bahkan presiden adalah pejabat yang mempunyai tugas mengawasi sumber-sumber manusia dan material dalam suatu organisasi.


Kedudukan kepala sekolah dalam kurikulum. Menurut Adamson (1970) tugas kepala sekolah dan supervisor sebagai kepala pemimpin di sekolahnya, sesuai kurikulum 1975 dan kurikulum 1984 menyebutkan kepala sekolah ditetapkan sebagai pemimpin di sekolahnya, diberi tugas rangkap, yaitu sebagai administrator yang mengurusi sesuatu yang berkenaan dengan administrasi sekolahnya. Keduatugas tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan secara tegas, malah kelihatannya dwifungsi kepala sekolah itu seperti sedang menjalankan tugas administrasi atau sedang menyelenggarakan tugas supervisi tergantung pada tujuan kegiatan yang dilakukan. Taba menyebutkan peranan pemimpin sebagai peranan kepemimpinan ganda. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut supaya produktif kebanyakan pemimpin mempunyai agenda yaitu pada satu pihak dapat memberikan sumbangan pengetahuan atau keterampilan kepada pelaksanaan tugas guru-guru dan pihak lain dapat memelihara roda pekerjaan berjalan lancar.
Kedudukan kepala sekolah sebagai supervisor akademik. Supervisi akademik merupakan pemberian bantuan teknis professional pada guru-guru dan supervisi administrative bagi kegiatan administrasi lainnya. Peranan kepala sekolah dalam usahanya memajukan pekerjaan guru-guru yang dipimpinnya, sehingga seyogyanyalah kepala sekolah tidak hanya mensupervisi kurikulum, tetapi ia harus ikut dalam program pengembangan kurikulum sejak awal, karena antara pengembangan kurikulum dan perbaikan pengajaran tidak dapat dipisah-pisahkan. Menurut Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD), fungsi pemimpin kurikulum hampir sama dengan seluruh fungsi yang tercakup dalam fungsi fondasi pengembangan kurikulum sebagai berikut: (a) mengembangkan keseimbangan dalam kurikulum; (2) mengembangkan keseimbangan program pendidikan untuk murid; (3) mengembangkan tujuan-tujuan bersama;  (4) melakukan tindakan penyesuaian terhadap kontradiksi dalam program; (5) melakukan tindakan pengendalian atas pengembangan bidang studi yang berlebihan; (6) mengambil tindakan terhadap disain dan organisasi program pengajaran yang berhubungan dengan pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan manusia, pola-pola nilai, kecenderungan/arah sosial dan penelitian pendidikan; (7) mengambil tindakan terhadap penilaian secara terus menerus yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan tujuan yang mendasar; (8) merangsang perubahan, bertindak sebagai seorang spesialis yang sedang mengadakan perubahan; dan (9) membuat ikhtisar pandangan (kesimpulan) bagi seluruh bidang.
          Kepala sekolah dalam pengembangan kurikulum mempunyai fungsi sebagai berikut; (1) agar porsi waktu satu bidang tidak termakan oleh bidang studi yang lain; (2) agar rata-rata beban studi yang diambil murid sesuai dengan kemampuannya masing-masing; (3) agar jangan terjadi tumpang tindih pada tujuan-tujuan kurikulum yang telah ditetapkan; (4) mengurangi dan menghilangkan kontradiksi dalam program; (5) mengurangi dan menghilangkan penyimpangan-penyimpangan dalam pengembangan bidang studi; (6) memantapkan disain dan organisasi program pengajaran; (7) bertindak selektif terhadap perubahan yang hendak diadakan; (9) melihat seluruh spektrum pengembangan kurikulum dalam rangka pembinaan sekolah sebagaimana yang dicita-citakan.
Kepala sekolah sebagai supervisor disekolahnya tidak hanya bertanggungjawab untuk dapat mempengaruhi pemimpin, namun sebagai administrator dan supervisor dituntut dalam pelaksanaan kurikulum dan menjadi perhatian utama dalam posisi yang sangat strategis dalam rangka pengembangan dan perbaikan kurikulum.

Pertemuan 3: Memahami konsep supervisi kelas

Supervisi kelas merupakan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan oleh pengawas untuk mengawasi tentang serangkaian pembuatan administrasi kelas, akan diawasi dan dilihat kelemahan-kelemahannya selama mengajar, setelah itu akan menerima banyak nasehat yang berkaitan dengan tugas mengajar maupun perilaku guru pada umumnya.
Tahapan dalam melaksanakan supervisi kelas sebagai berikut: (1) tahapan sebelum melakukan supervisi kelas; (2) tahapan pelaksanaan supervisi kelas; (3) tahapan setelah supervisi kelas.
Pertama, tahap sebelum melaksanakan supervisi kelas sebagai berikut: (1) buatlah kesepakatan kapan akan dilakukan supervisi kelas dengan guru yang bersangkutan; (2) diskusikan materi pelajaran apa yang akan diajarkan pada saat supervisi kelas; (3) bantulah dalam membuat persiapan mengajar dengan memberikan masukan-masukan yang lebih baik; (4) yakinkan pada guru yang bersangkutan bahwa kedatangan anda (supervisor) bukan akan menilai atau mengawasi namun anda datang akan memberikan bantuan teknis yang diperlukan oleh guru; (5) buatlah kesepakatan untuk membagi peran antara anda (supervisor) dengan guru. Posisi supervisor dalam 3 peran yaitu sebagai tim pengajar bersama-sama guru, sebagai asisten guru yang sedang mengajar, dan sebagai pengamat pada saat pelaksanaan supervisi kelas.
Kedua, tahap pelaksanaan supervisi kelas. Hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang pengawas atau kepala sekolah sebagai berikut: (1) datanglah pagi sebelum guru msuk di dalam kelas untuk melakukan kontrak ulang tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan, peran masing-masing yang akan dilakukan dan pengorganisasian waktu; (2) masuklah ke dalam kelas bersama-sama dengan guru yang bersangkutan. Kalau supervisor masuk ke dalam kelas belakangan maka akan mengganggu kensentrasi anak pada saat proses pembelajaran dan juga mungkin menimbulkan rasa takut; (3) mintalah guru yang bersangkutan untuk memperkenalkan diri anda (jika belum kenal) bahwa anda datang di kelas tersebut akan membantu dalam proses pembelajaran agar tidak menimbulkan rasa penasaran bagi anak; (4) sambil memerankan peran anda dalam proses pembelajaran tersebut, jangan lupa tetap membuat catatan-catatan kecil tentang kelebihan-kelebihan maupun kekurangan-kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran;  (5) jangan sekali-kali mengambil alih peran guru untuk anda kuasai.
Ketiga, tahap setelah supervisi kelas. Hal-hal yang harus dilakukan oleh supersor atau kepala sekolah sebagai berikut: (1) tunjukkan sikap menghargai (tuliskan komentar anda dibawah ini); (2) tanyakan refleksi diri yang penting (tuliskan tanggapan guru tersebut dibawah ini); (3) tanyakan peningkatan yang ingin dilakukan oleh guru tersebut (tuliskan tanggapan guru tersebut dibawah ini); (4) berikan saran atau arahkan diskusi ke masalah lain yang belum disebutkan yang mungkin masih bisa ditingkatkan (tuliskan saran anda dibawah ini); dan (5) rencana tindaklanjut (tuliskan langkah-langkah selanjutnya yang diputuskan bersama) dengan menerapkan teknik-teknik di atas diharapkan kegiatan supervisi kelas dikemudian hari dapat lebih diterima oleh guru sebagai hal yang sangatlah wajar atau bahkan merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh para guru.
Tujuan supervisi kelas. Supervisi kelas bertujuan mengembangkan situasi belajar dan mengajar yang lebih baik. Usaha perbaikan mengajar yang ditunjukkan kepada pencpaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal, sebagai berikut; (1) membantu guru dengan jelas dalam mencapaia tujuan-tujuan pendidikan; (2) membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid; (3) membantu guru dalam menggunakan alat pelajaran modern, metode-metode dan sumber-sumber pengalaman belajar; (4) membantu guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri; (5) membantu guru-guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperoleh; (6) membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam membina sekolah.

Pertemuan 4: Memahami konsep supervisi klinis

Supervisi klinis adalah supervisi yang  dilakukan  berdasarkan  adanya keluhan atau masalah dari guru yang disampaikan kepada supervisor. Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam  perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat  tentang  penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan  dengan cara yang rasional. Waller berpendapat, suprvisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap proses pembelajaran. Keith Acheson dan Meredith D'Gall: supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. supervisi  klinis  bagi  guru  muncul  ketika  guru tidak  harus disupervisi  atas  keinginan  kepala  sekolah  sebagai  supervisor tetapi  atas  kesadaran  guru  datang  ke  supervisor  minta  bantuan mengatasi masalahnya. Kepala  sekolah  sebagai  supervisor  akademik seyogyanya memiliki pengetahuan dan  menguasai  penerapan  supervisi klinis.
Konsep supervisi klinis, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa lima puluhan dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). 
Asumsi  yang  mendasari  praktik  supervisi  klinik:  Pertama, pembelajaran  merupakan  aktivitas  sangat  kompleks, memerlukan pengamatan dan analisis secara  berhati-hati  melalui pengamatan dan analisis. Supervisor pembelajaran dengan mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan dengan pendekatan kolegial daripada outoritarian (Sergiovanni, 1987).
Supervisi  klinis merupakan  pembinaan  kinerja  guru  dalam  mengelola  proses pembelajaran  (Sullivan  &  Glanz,  2005). Menurut Cogan (1973) Kegiatan  pembinaan  performansi  guru  dalam  mengelola  proses belajar  mengajar.  Jadi  supervisi  klinis  adalah  kegiatan  pembinaan  guru dalam  meningkatkan  kinerja  atau  unjuk  kerja  dalam  proses pembelajaran. Menurut  Sergiovanni  (1987)  ada  dua  tujuan  supervisi klinis: 1) pengembangan  profesional  dan 2)  memotivasi  kerja  guru dan memperperbaiki proses pembelajaran yang kurang efektif. 
Secara umum tujuan supervisi klinis adalah agar guru memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya dalam melaksanakan proses pembelajaran. Secara khusus supervise klinis adalah: 1) menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pembelajaran yang dilaksanakannya; 2) mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pembelajaran; 3) membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi pembelajaran. 4) Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya. 5) Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.
Ciri-Ciri Supervisi Klinis adalah (1) bantuan yang diberikan bukan bersifat  instruksi atau memerintah, tetapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru–guru memiliki rasa aman; (2) Apa  yang  akan disupervisi itu timbul dari harapan dan  dorongan  dari guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu; (3) satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan  satuan yang terintegrasi, sehingga terlihat kemampuan apa, keterampilan apa yang secara spesifik harus diperbaiki; (4) suasana dalam pemberian supervise adalah  suasana  yang  penuh kehangatan, kedekatan, dan keterbukaan.
Indikator keberhasilan pelaksanaan supervisi klinis adalah: (1) meningkatnya kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran; (2) kualitas pembejaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi lebih baik sehingga diharapkan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar yang dicapai siswa; (3) terjalin hubungan kolegial antara kepala sekolah dengan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran dan tugas-tugas profesianya.
Indikator-indikator tersebut pada hakekatnya merupakan salah satu ciri dari meningkatnya mutu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu supervisi klinis merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan kinerja sekolah khusuna melalui perbaikan proses pembelajaran. Dalam konteks inilah kepala sekolah perlu melaksanakan supervisi klinis sebagai bagian dari supervisi akademik.
Alasan supervisi klinis perlu dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam rangka membantu guru mengatasi masalah yang dihadapinya dalam pembelajaran. Alasan-alasan tersebut terkait dengan empat aspek sebagai berikut: (1) Kualitas Proses Pernbelajaran. Prestasi belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari diri siswa itu sendiri antara lain: kemampuan, sikap, minat motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran. Faktor eksternal adalah faktor diluar pribadi siswa seperti kurikulum, sarana belajar, lingkungan belajar dan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru. Faktor proses pembelajaran menjadi faktor terpenting sebab langsung berhubungan dengan perubahan perilaku siswa. Dalam prakteknya ternyata proses pembelajaran yang dilaksanakan guru belum optimal dalam pengertian tidak membawa hasil yang diinginkan dalam mengubah perilaku siswa. Banyak faktor yang dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Faktor –faktor tersebut antara lain: kemampan dan keahlian guru, karakteristik mata pelajaran, saraba dan fasilitas belajar. Oleh sebab itu supervise klinis dilakukan kepala sekolah perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut agar kualitas proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal;
(2) Profesionalisme guru. Jabatan guru adalah jabatan fungsional artinya untuk dapat menyandang jabatan tersebut diperlukan keahlian khusus melalui pendidikan dan pelatihan. Tugas pokok guru adalah merencanajan dan melaksanakan pembelajaran, menilai proses dan hasil belajar serta memberikan bimbingan dan pelatihan. Oleh sebaab itu guru perlu menguasai bidng ilmu yang menjadi materi pembelajaran serta menguasai teknologi atau strategi pembelajaran. Upaya untuk membina dan mengembangkan keahlian tersebut harus terus dilakukan baik oleh guru itu sendiri maupun oleh pihak lain yang bertanggung jawab antara lain kepala sekolah, merupakan bagian dari upaya peningkatan kemampuan profesional guru;
(3) Tanggung Jawab Kepala Sekolah. Kepala sekolah adalah tenaga kependidikan berstatus pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberi tugas tanggung jawab dan wewenang oleh pemerintah untuk melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial pada sekolah yang telah ditunjuk. Pengawasan akademik adalah menilai dan membina guru dalam aspek-aspek pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pengawasan manajerial adalah menilai dan membina guru dan staf sekolah dalam aspek pengelolaan administrasi sekolah agar dapat meningkatkan kinerja sekolah. Oleh sebab itu tanggung jawab kepala sekolah adalah: a) meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan b) meningkatkan mutu hasil belajar siswa melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan guru. Tanggung jawab yang kedua yakni meningkatkan mutu hasil belajar siswa melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan guru mengimplikasikan perlunya kepala sekolah melaksanakan supervisiklinis;
(4) Peningkatan Mutu Pendidikan. Pemerintah khususnya departemen pendidikan nasional telah menetapkan visi pendidikan yakni membentuk insan yang cerdas, kompetitif dan bermartabat dengan empat pilar strategi yakni olah pikir, olah rasa, olah hati dan olah raga. Peraturan pemerintah no. 19 tahun 2005 menetapkan adanya delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan dalam meningkatkan nutu pendidikan nasional. Salah satu standar yang harus dicapai adalah standar kompetisi lulusan. Standar yang erat kaitannya dengan standar isi (kurikulum), standar proses (pembelajaran), standar penilaian dan standar pendidikan dan tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, pengawas sekolah). Dalam pembelajaran tersirat empat standar di atas sebab dalam proses pembelajaran ada: peserta didik (subyek yang belajar), ada bahan ajar (standar isi), ada guru (fasilitator belajar) dan ada penilaian (standar penilaian). Oleh sebab itu kedudukan proses pembelajaran dalam meningkatkan standar mutu pendidikan sangat penting. Supervise klinis yang memfokuskan pada uapaya memperbaiki kualitas proses pembelajaran menjadi upaya yang sangat berarti untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Teknis Pelaksanaan Supervisi Klinis.
Langkah-langkah supervisi klinis terdiri dari tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu: Pertama, Tahap pertemuan awal. Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal (preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas. Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.
Tujuan  utama  pertemuan  awal  ini  adalah  untuk  mengembangkan, bersama  antara  supervisor  dan  guru,  kerangka  kerja  observasi  kelas yang  akan  dilakukan.  Hasil  akhir  pertemuan  awal  ini  adalah kesepakatan  (contract)  kerja  antara  supervisor  dan guru.  Tujuan  ini bisa  dicapai  apabila  dalam  pertemuan  awal  ini  tercipta  kerja  sama, hubungan  kemanusian  dan  komunikasi  yang  baik  antara  supervisor dengan  guru.  Selanjutnya  kualitas  hubungan  yang  baik  antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap  berikutnya  dalam  proses  supervisi  klinis.  Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama.  Dalam pertemuan awal ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali jika guru mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor kemungkinannya membuat guru menjadi tidak bebas.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yang harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal.  Agenda tersebut adalah: a) Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang yang diobservasi, seperti: Tujuan instruksional umum dan khusus pembelajaran, Hubungan  tujuan pembelajaran dengan keseluruhan program pembelajaran yang diimplementasikan, Aktivitas yang akan diobservasi, Kemungkinan perubahan  formal  aktivitas,  sistem,  dan  unsur-unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru, Deskripsi  spesifik  butir-butir  atau  masalah-masalah  yang umpan balikannya diinginkan guru; b) Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi: waktu (jadwal) observasi, lamanya observasi, dan tempat observasi; c) menetapkan  rencana  spesifik  untuk  melaksanakan  observasi meliputi: Dimana supervisor akan duduk selama observasi, supervisor menjelaskan kepada peserta  didik mengenai  tujuan  observasinya  jika  demikian,  kapan  sebelum atau setelah pelajaran, Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus, Akankah supervisor berinteraksi dengan peserta didik, Perlukah adanya material atau persiapan khusus, terkait supervisor akan mengakhiri observasi.
Kedua, Tahap observasi pembelajaran. Perhatian observasi ini ditujukan pada  aktivitas  guru  dan  kegiatan-kegiatan  kelas  sebagai  hasil  tindakan  guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal. Dalam observasi supervisor dituntut untuk menggunakan bermacam-macam ketrampilan. 
Menurut  Daresh  (1989)  ada  dua  aspek  yang  harus diputuskan  dan  dilaksanakan oleh  supervisor  sebelum  dan  sesudah melaksanakan observasi pembelajaran, yaitu menentukan aspek-aspek yang  akan  diobservasi  dan  bagaimana  cara  mengobservasinya. Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik  supervisi  tidak  akan  berarti apabila  usaha-usaha observasi tidak bisa  memperoleh  data  yang seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi yang telah dilakukan di kelas.
Acheson dan Gall (1987) mereview beberapa teknik dan menganjurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinis beberapa teknik adalah sebagai berikut: a) Selektive verbatim.  Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang bisa dibuat dengan averbatim transcript. Transkrip ini bisa  ditulis  langsung  berdasarkan  pengamatan  dan  bias  juga menyalin  dari  apa  yang  direkam  terlebih  dahulu  melalui  tape recorder; b) Rekaman observasional berupa aseating  chart.  Di  sini,  supervisor mendokumentasikan  perilaku-perilaku  peserta  didik  sebagaimana mereka  berinteraksi  dengan  seorang guru  selama pembelajaran berlangsung.  Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi dideskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan aseating chart ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan peserta didik; c) Wide-lens techniques.  Di  sini  supervisor  membuat  catatan  yang lengkap  mengenai  kejadian-kejadian  di  kelas  dan  cerita  yang panjang  lebar.  Teknik ini biasa juga disebut dengan anecdotalrecord; d) Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.  Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan peserta didik dan tidak ada pembicaraan (silence).  
Ketiga, Tahap tindak lanjut solusi. Supervise klinis yang dilaksanakan oleh kepala sekolah kepada guru yang mengalami masalah dalam melaksanakan pembelajaran harus dapat mengubah kemampuan guru agar dapat mengatasi maslahnya dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk itu ada beberapa prinsip dalam melaksanakan supervisi klinis antara lain: a) Bantuan kepada guru dalam pembelajaran bukan perintah atau instruksi yang harus dilaksanakan melainkan kesadaran kedua pihak pentingya memperbaiki mutu pembelajaran. Prinsip ini dapat diwujudkan jika kepala sekolah melakukan; membina guru dengan penuh keikhlasan bukan keterpaksaan, bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas guru dan memiliki program yang jelas dalam meningkatkan mutu pendidikan; b) Hubungan antara kepala sekolah sebagai suprvisor dengan guru sifatnya hubungan kolegial data suasana yang intim penuh keterbukaan. Prinsip ini bisa diwujudkan jika kepala sekolah memperlakukan guru sebagai mitra kerja bukan bawahan, menampilkan diri di sekolah penuh keakraban, dan rendah hati dalam menghadapi guru; c. Proses bantuan bersifat demokrats artinya kedua belah pihak bebas mengemukakan pendapatnya, tetapi keduanya berkewajiban mengkaji pendapat pihak lain untuk mencapai kesepakatan. Prinsip ini bisa diwujudkan jika kepala sekolah; menghargai pendapat guru, tidak lengsung menyalahkan pendapat guru, dan tidak memaksakan pendapatnya; d) Dalam pelaksanaannya masing-masing phak harus mengedepankan tugas dan tanggung jawab dlam meningkatkan mutu pembelajaran. Prinsip ini bisa diwujudkan jika kepala sekolah: berkeinginan memajukan sekolah binaanya, mau berkorban untuk guru senantiasa bekerja sama, dan bersepakat dengan guru untuk seantiasa bekerjasama; e) Kepala Sekolah sebagai supervisor harus lebih banyak mendengar daripada berbicara agar guru merasa bebas mengemukakan masalah dan pendapatnya. Prinsip ini bisa diwujudkan jika kepala sekolah menilai betapa pentingnya mengatasi kesulitan guru, memuji keberanian guru dalam melaksanakan tugasnya, dan pandai menyimak apa yang disampaikan guru; f) Sasaran supervisi terfokus pada kebutuhan dan aspirasi guru pada perilaku mengajar aktual dalam mata pelajaran yang diampunya. Prinsip ini bisa diwujudkan jika kepala sekolah: pernah mengalami masalah dalam pembelajaran, berpengalaman dlam mengatasi masalah pembelajaran, dan memiliki keahlian yang seimbang dengan guru.
Pendekatan yang digunakan pada saat melakukan supervisi klinis ada tiga yaitu pendekatan direktif, kolaboratif, dan non direktif.  Pendekatan-pendekatan ini dijelaskan sbb: 1) Direktif, tanggung jawab lebih banyak pada supervisor; 2) Kolaboratif, tanggung Jawab terbagi relatif seimbang antara supervisor dan guru; dan 3) Non-direktif, tanggung jawab lebih banyak pada guru.

Pertemuan 5: Memahami peningkatan kualitas pembelajaran

Kualitas pendidikan pembelajaran merupakan unsur paradigma baru pengelolaan pendidikan di Indonesia. Paradigma tersebut mengandung atribut pokok yaitu relevan dengan kebutuhan masyarakat pengguna lulusan memiliki suasana akademik (academic atmosphere)  dalam penyelenggaraan program studi, adanya komitmen kelembagaan (institusional komitmen) dari para pimpinan dan staf terhadap pengelolaan organisasi yang efektif dan produktif, keberlanjutan (sustainability) program studi, serta efisiensi program secara selektif berdasarkan kelayakan dan kecukupan. Dimensi tersebut mempunyai kedudukan dan fungsi sangat strategis untuk merancang dan mengembangkan usaha penyelenggaraan pendidikan pembelaran berorientasi kualitas pada masa datang (DIKTI, 2004).
Menurut Umaedi mutu mengandung makna tingkat keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik tangible maupun intangible. Pengertian mutu dalam konteks pendidikan mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.[2] Dengan demikian semua komponen masukan instrumental tersebut ditata sedemikian rupa, sehingga secara sinergis mampu mencapai proses, hasil, dan dampak pembelajaran secara optimal. Masukan instrumental seperti yang berkaitan langsung dengan better students learning capacity adalah pendidik, kurikulum dan bahan ajar, iklim pembelajaran, media belajar, fasilitas belajar, dan materi belajar. Sedangkan masukan potensial adalah peserta didik dengan segala karakteristiknya seperti; kesiapan belajar, motivasi, latar belakang sosial budaya, bekal ajar awal, model belajar, serta kebutuhan dan harapannya.
Kualitas pendidikan dari sudut tenaga pendidik, seperti kualitas tingkat kemampuan optimalisasi guru dalam memfasilitasi proses pembelajaran peserta didik. Menurut Djemari Mardapi, setiap tenaga pengajar memiliki tanggung jawab terhadap tingkat keberhasilan siswa belajar dan keberhasilan guru mengajar. Sementara kualitas kurikulum dan bahan belajar dapat dilihat dari luwes dan relevan kurikulum dan bahan belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan fasilitas belajar secara berdiversifikasi. Dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas kependidikan.[3] 
Kualitas pendidikan ditinjau dari sudut media pembelajaran, dapat dilihat dari tingkat efektif media belajar digunakan oleh guru untuk meningkatkan intensitas belajar peserta didik. Kualitas pendidikan dari sudut fasilitas belajar dapat dilihat dari tingkat kontributif fasilitas fisik terhadap terciptanya situasi belajar yang aman dan nyaman. Kualitas pendidikan dari aspek materi, kualitas dapat dilihat dari kesesuainnya dengan tujuan dan kompetensi yang harus dikuasi peserta didik. Dengan demikian kualitas pembelajaran secara operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis guru, mahasiswa, kurikulum dan bahan ajar, media, fasilitas, dan system pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler.
            Kriteria kualitas pembelajaran dalam pengembangan profesi. Tolak ukur pengembangan profesi baik yang berkaitan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan maupun penyelenggaraan pembelajaran di kelas, karena hal-hal sebagai berikut: 1)     Lembaga pendidikan terus berkembang secara konsisten dan mampu bersaing di era informasi    dan globalisasi dengan meletakan aspek kualitas secara sadar dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran; 2)    Kualitas perlu diperhatikan dan dikaji secara terus menerus, karena substansi kualitas pada dasarnya terus berkembang secara interaktif dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan  perkembangan teknologi; 3) Aspek kualitas perlu mendapat perhatian karena terkait bukan saja pada kegiatan sivitas akademika dalam lingkungan kampus/sekolah, tetapi juga pengguna lain di luar kampus/sekolah sebagai Stakeholders; 4)    Suatu bangsa akan mampu bersaing dalam percaturan internasional jika bangsa tersebut memiliki keunggulan (Excellence) yang diakui oleh bangsa-bangsa lain; dan 5) Kesejahteraan masyarakat dan/atau bangsa akan terwujud jika pendidikan dibangun atas dasar keadilan sebagai bentuk tanggung jawab sosial masyarakat bangsa yang bersangkutan. 
Upaya pencapaian kualitas pembelajaran dapat dikembangkan antara lain menggunakan strategi sebagai berikut: 1) Tingkat kelembagaan seperti: a. Perlu dikembangkan berbagai fasilitas kelembagaan dalam membangun sikap, semangat, dan budaya perubahan; b. Peningkatan kemampuan pembelajaran para guru dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan profesional secara periodik dan berkelanjutan, misalnya sekali dalam setiap semester yang dilaksanakan oleh masing-masing lembaga pendidikan sebelum awal setiap semester dimulai; c. Peningkatan kemampuan pembimbingan professional siswa  melalui  berbagai kegiatan profesional di sekolah secara periodik, misalnya sekali setiap tahun yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan bekerja sama dengan dinas pendidikan setempat; d. Peningkatan kualitas pelaksanaan praktek pengalaman lapangan (PPL) di tempat praktek, dengan menggiatkan kegiatan kolaborasi lembaga pendidikan dengan tempat praktek serta menyelenggarakan uji kompetensi profesional siswa pada akhir program pendidikan sebelum mereka dinyatakan lulus. Kolaborasi ini berlaku pula dengan asosiasi profesi lain yang relevan;
2) Dari pihak individu Guru. Secara operasional hal yang terkait pada kinerja profesional guru adalah: a. Melakukan perbaikan pembelajaran secara terus menerus berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas atau catatan pengalaman kelas dan/atau catatan perbaikan; b. Mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran yang relevan untuk pembelajaran dikelas maupun kegiatan praktikum; c. Guru perlu dirangsang untuk membangun sikap positif terhadap belajar, yang bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai diskursus akademis antar guru dalam menggali, mengkaji dan memanfaatkan berbagai temuan penelitian dan hasil kajian konseptual untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan strategi itu guru secara perseorangan dan kelompok selalu didorong dan ditantang untuk selalu berusaha tampil beda dan unggul (striving for excellence); d. Komunitas guru yang penuh dengan diskursus akademis dan profesional dengan nuansa kesejawatan yang berorientasi pada peningkatan kinerja yang unggul tersebut akan memiliki dampak ganda. Di satu sisi komitmen dan kompetensi guru selalu terjaga dan terpelihara. Strategi-strategi di atas perlu ditata dan dilaksanakan secara sistematik dan sistemik, oleh karena itu, strategi apapun yang digunakan diperlukan kegiatan sebagai berikut; 1. Penggunaan empat langkah bersiklus yang mencakup kegiatan merencanakan mengerjakan, memeriksa dan mengambil langkah- langkah untuk memacu proses pembelajaran; 2. Penggunaan data empirik dan kerangka konseptual untuk membangun pengetahuan, mengambil keputusan, dan menentukan efektivitas perubahan tingkah laku; 3. Prediksi dan perbaikan penampilan selanjutnya secara artikulatif; 4. Penggunaan pendekatan bersiklus dan terencana.

Pertemuan 6: Memahami pengembangan tenaga kependidikan

Tenaga Pendidik dan Kependidikan Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 5 dan 6 dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Tenaga Kependidikan lainnya ialah orang yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, walaupun secara tidak langsung terlibat dalam proses pendidikan, seperti: (1) Wakil-wakil/Kepala urusan umumnya pendidik yang mempunyai tugas tambahan dalam bidang yang khusus, untuk membantu Kepala Satuan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan pada institusi tersebut. Contoh: Kepala Urusan Kurikulum; (2) Tata usaha, adalah Tenaga Kependidikan yang bertugas dalam bidang administrasi instansi tersebut. Bidang administrasi yang dikelola diantaranya; Administrasi surat menyurat dan pengarsipan, Administrasi Kepegawaian, Administrasi Peserta Didik, Administrasi Keuangan, Administrasi Inventaris dan lain-lain; (3) Laboran, adalah petugas khusus yang bertanggung jawab terhadap alat dan bahan di Laboratorium; dan (4) Pustakawan, Pelatih ekstrakurikuler, Petugas keamanan (penjaga sekolah), Petugas kebersihan, dan lainnya.
Tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Undang-Undang No 14 Tahun 2007 menyebutkan tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Secara khusus tugas dan fungsi tenaga pendidik (guru dan dosen) berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 2007, sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat. Dalam pasal 6 disebutkan: Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh: (1) Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial; (2) Penghargaan sesuai prestasinya; (3) Pembinaan karier sesuai dengan pengembangan kualitas; (4) Perlindungan hukum; dan (5) Kesempatan memperoleh sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan.
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: (1) Menciptakan suasana pendidikan yang sesuai peraturan yang ada;  (2) Mempunyai komitmen secara professional; dan (3) Memberi teladan dan nama baik lembaga, profesi dan kedudukan. Sesuai pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menjelaskan tugas tenaga kependidikan adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Jabatan deskripsi tugas kepala sekolah bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik ke dalam maupun ke luar yakni dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi. Wakil kepala sekolah (urusan kurikulum) bertanggung jawab membantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kurikulum dan proses belajar mengajar. Wakil kepala sekolah (urusan kesiswaan) bertanggung jawab membantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan ekstrakurikuler. Wakil kepala sekolah (urusan sarana dan prasarana) bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan inventaris pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta keuangan sekolah. Wakil kepala sekolah (urusan pelayanan khusus) bertanggung jawab membantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan-pelayanan khusus. seperti hubungan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, usaha kesehatan sekolah dan perpustakaan sekolah. Pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan bertanggung jawab atas penyelenggaraan program- program pengembangan kurikulum dan pengembangan alat bantu pengajaran.
Jenis-jenis tenaga kependidikan dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknis penyelenggara pendidikan. Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabatan eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung maupun tidak langsung atas satuan pendidikan. Tenaga fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yaitu jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mengandalkan keahlian akademis kependidikan. Sedangkan Tenaga teknis kependidikan merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.
Tenaga kependidikan merupakan hasil analisis jabatan yang dibutuhkan oleh suatu sekolah atau satuan organisasi yang lebih luas. Sejalan dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, maka jenis-jenis tenaga kependidikan dapat bervariasi sesuai kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Jenis tenaga kependidikan dilihat dari jenisnya merupakan seluruh komponen yang terdapat dalam instansi atau lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja, melainkan keseluruhan yang berpartisipasi dalam pendidikan (mencakup lembaga edukatif dan administrative). Tenaga kependidikan terdiri atas: (1) Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelanggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, dan pengembang dalam bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar dan penguji. Pengelola satuan pendidikan bertugas dan mengelola satuan pendidikan pada pendidikan formal dan non formal. Penilik satuan pendidikan bertugas dan bertanggungjawab melakukan pembinaan, pembimbingan dan penilaian pada satuan pendidikan. Pengawas bertugas dan bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan pendidikan terhadap pendidik atau penyelenggara satuan pendidikan taman kanak-kanak, dasar, dan menengah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan teknis pendidikan. Pustakawan bertugas melaksanakan pengelolaan sumber belajar di perpustakaan. Laboran bertugas melaksankan pengelolaan sumber belajar di laboratorium. Teknisi bertugas merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran pada satuan pendidikan; (2) Tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, dan fasilitator yang sesuai dengan kekhususannya dan berpasrtisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan satuan pendidikan di luar sekolah. Termasuk pengelola sistem pendidikan seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Jadi, secara umum tenaga kependidikan dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu: (1) Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih; (2) Tenaga fungsional kependidikan. Terdiri atas penilik, pengawas, peneliti, dan pengembang di bidang pendidikan dan pustakawan; (3) Tenaga teknis kependidikan. Terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar; (4) Tenaga pengelola satuan pendidikan. Terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pemimpin satuan pendidikan luar sekolah.
Jika dilihat statusnya, tenaga kependidikan terdiri atas: Pertama,  Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut  Undang-undang No. 43 Th 1999, pasal 1 ayat 1, disebutkan pengertian pegawai negeri sipil adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Profesionalisme pegawai negeri sipil harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Menguasai pengetahuan dibidangnya selalu berusaha dengan sungguh sungguh untuk mem-perdalam pengetahuannya dengan tujuan agar dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna; (2) Komitmen pada kualitas;  (3) Dedikasi; (4) Keinginan untuk membantu.  
Kedua, Pegawai non Pegawai negeri sipil atau guru tidak tetap seperti; (1) GTT (guru tidak tetap), seperti: (1) Diangkat berdasarkan kebutuhan pada satuan pendidikan dengan disetujui kepala sekolah; (2) Kewenangan bertumpu kepada kepala sekolah, baik pengangkatan juga pemberhentian; (3) Menandatangani kontak kerja selama jangka waktu tertentu, setahun atau lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah; (4) Dibiayai atau digaji berdasarkan sumbangan dari masyarakat dan tunjangan fungsional, khusus yang memenuhi kuota 24 jam dengan berbagai pertimbangan, baik itu jam mengajar dari beberapa sekolah, sebagai wali kelas, pembina ekskul, tim IT sekolah, staff, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikan; (5) Tunjangan fungsional adalah jasa baik pemda, walaupun legal, akan tetapi tidak masuk dalam kategori dari pembiayaan APBD; (6) GTT adalah guru yang tidak masuk anggaran APBN dan APBD. GTT adalah bukan Guru PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang seringkali disama artikan atau tersamarkan sebagai guru honor. Dalam terminologi legal yang berlaku di beberapa anggota DPR, surat kabar, dan Pemda, guru honor untuk menyebut Guru PTT. Dalam arti demikian, sekali lagi, GTT bukan Guru PTT. GTT sampai hari ini, belum memiliki payung hukum, baik dalam provinsi maupun nasional. Sehingga, pihak-pihak yang miskin hati nuraninya, dapat dengan mudah menyingkirkan GTT disatuan pendidikan, baik itu di sekolah negeri ataupun swasta.

Pertemuan 7: Mengevaluasi Pengembangan Staf.

Pengembangan staf merupakan pertumbuhan profesional, pelatihan kerja, pendidikan keterampilan, dan dukungan organisasi terhadap kelangsungan pendidikan karyawannya. Bertujuan untuk membantu para staf agar mampu berprestasi dalam pekerjaannya, untuk mempercayakan tugas dan tanggungjawabnya.[4]
Pengembangan dan pelatihan merupakan dua terminologi yang berbeda tetapi sering kali dianggap sebagai hal yang sama. Pelatihan disebut training dan pengembangan disebut developmen. Menurut Dewi Hangraeni pelatihan adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk bisa melaksanakan pekerjaan saat ini, sedangkan pengembangan adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk bisa melaksanakan pekerjaan yang akan diembannya kelak.[5] Untuk mengetahui tingkat pengembangan staf diperlukan penilaian atau supervisi. Sesuai Piet A. Sehartian menyebutkan supervisi adalah usaha petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran. Dan perkembangan selanjutnya konsep supervisi pendidikan menunjukkan kepada sasaran khusus yang lebih spesifik yaitu pengajaran.[6]  
Peran kepemimpinan dalam pengembangan staf merupakan kemampuan kepemimpinan dalam menggerakkan pelaksanaan pendidikan di dalamnya. Sesuai Abdul Aziz Wahab menyebutkan kepemimpinan pendidikan merupakan suatu kualitas kegiatan-kegiatan dan integrasi di dalam situasi pendidikan.[7] Dengan demikian kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksana pendidikan, dengan harapan pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Fungsi utama kepala sekolah adalah bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersma dengan kelompok. Kepala sekolah memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Sehingga pemimpin memberi kesempatan mempunyai tanggungjawab melatih kelompok, menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif. Dan kepala sekolah bertanggungjawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi yaitu mengembangkan staf.[8] Dengan demikian peran kepala sekolah harus mampu menggunakan proses demokrasi atas dasar kualitas sumbangannya.
Menurut Hendyat Soetopo dan Waty Soemanto, menyebutkan peranan kepala sekolah sebagai pemimpin yang harus dilakukan: (1) bertindak sebagai konsultan bagi guru-guru yang dapat membantu memecahkan permasalahan mereka; (2) berusaha meningkatkan kemampuan staf untuk bekerja dan berfikir bersama; (3) mampu mengatasi setiap perbedaan pendapat dan mengambil keputusan melalui pertimbangan kelompok; (4) menerima keputusan kelompok sebagai dasar pertimbangan; (5) menyadari bahwa partisipasi staf di dalam perencanaan dan pembuatan keputusan adalah membantu mereka tumbuh; (6) membantu gurur-guru memberi kesempatan kepada setiap orang untuk berpartisipasi dalam program pengajaran.[9]
Made Pidarta menyebutkan pengembangan guru oleh kepala sekolah sebagai supervisor sebagai berikut: (1) kepribadian guru: (2) peningkatan profesi secara konyinu; (3) proses pembelajaran; (4) penguasaan materi pelajaran; (5) keragaman kemampuan guru; (6) keragaman daerah; (7) kemampuan guru dalam bekerja sama dengan masyarakat.[10]
Cara kerja supervisor dibagi dua kelompok yang berorientasi pada teori pada pengembangan guru; (1) supervisor tradisonal maksudnya dengan mengumpulkan teori-teori pembelajaran kemudian meminta guru untuk memilih beberapa teori pembelajaran kemudian meminta guru untuk memilih beberapa teori yang cocok dengan materi yang akan diajarkan dalam proses supervisi; (2) supervisor modern maksudnya mensupervisi guru dengan cara meminta kepada guru untuk mengadakan penelitian kelas agar menemukan metode yang terbaik untuk mengajarkan materi tertentu. Dengan data tersebut kepala sekolah dapat memberikan penilaian mengenai kinerja guru-guru yang berdampak kepada pemberian reward, kenaikan jabatan atau bahkan pemberhentian. 
Selain penilaian tersebut kepala sekolah dapat mengadakan penilaian dengan tindakan pengukuran dalam upaya mengembangkan staf. Pengukuran disebut sebagai measurement mempunyai arti usaha mengetahui sesuatu sesuai faktanya, sehingga dalam mengukur dapat digunakan dua teknik yaitu test dan non test. Test merupakan sejumlah tugas yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk dikerjakan sesuai harapan yang dikehendaki si pemberi test. Non test merupakan observasi, wawancara, angket, sosiometri, anecdotal record dan skala penilaian.[11]
Kepala sekolah memiliki peran sangat penting dalam upaya pengembangan staf, baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan. Seperti dapat dijabarkan dari proses penilaian kinerja dan supervisi yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengembangan dan pelatihan. Menurut Kaswan pelatihan merupakan pemberian keterampilan khusus atau membantu karyawan memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pekerjaan. Pengembangan merupakan upaya pemberian kemampuan kepada staf, kemampuan yang diperlukan di masa datang.[12]
Selanjutnya Kasman menyebutkan pendekatan yang dapat digunakan terhadap pengembangan staf yaitu: (1) pendidikan formal, meliputi program di luar maupun di dalam perusahaan yang dirancang khusus untuk staf perusahaan, seperti kursus singkat, permainan dan simulasi bisnis, pembelajaran petualangan dan pertemuan dengan pelanggan; (2) penilaian (assesment) meliputi pengumpulan informasi dan menyediakan umpan balik kepada staf mengenai perilaku, komunikasi, gaya atau keterampilan staf juga koleganya, manajer dan pelanggan mungkin diminta untuk memberi informasi; (3) penilaian kinerja, merupakan proses organisasi memperoleh informasi tentang tingkat prestasi pekerjaan staf, seperti produktifitas pekerjaannya; (4) umpan balik, merupakan informasi tentang perilaku staf masa lalu, disampaikan sekarang yang munkin mempengaruhi perilaku masa mendatang.[13]
Dengan demikian hal yang memungkinkan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang pelatihan dan pengembangan staf, maka manajemen harus melakukan penilaian dan pengukuran kinerja staf. Sesuai Arkdon menyebutkan pengukuran atau penilaian kinerja merupakan alat manajemen menilai keberhasilan maupun kegagalan pelaksanan strategi dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.[14]
Perencanaan pengembangan staf. Untuk mewujudkan pengembangan staf yang berkualitas dibutuhkan manajemen pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Dewi Hanggraeni memberikan langkah-langkah pengembangan staf sebagai berikut: (1) analisis kebutuhan, pengembangan merupakan proses diagnosis permasalah-permasalahan yang ada saat ini dan kemungkinan tantangan-tantangan yang harus dihadapi kelak, sehingga dari proses analisis didapatkan pengetahuan tentang kesenjangan yang dihadapi antara kemampuan dan keahlian pekerja dengan situasi kerja yang dihadapi saat ini dan masa datang, informasi tersebut dapat menentukan jenis pelatihan atau pengembangan yang dibutuhkan staf untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi lembaga; (2) penyusunan tujuan pelatihan dan pengembangan, merupakan hal mutlak dilakukan setelah analisis kebutuhan, dengan tujuan untuk memastikan program pelatihan dan pengembangan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dan dapat dijadikan alat ukur mengenai keberhasilan proses kegiatan; (3) program content, merupakan daftar materi-materi yang akan disampaikan selama proses pelatihan dan pengembangan berlangsung. Dalam  penyusunan program content harus mempertimbangkan learning principles sehingga materi-materi bisa dicerna dengan baik oleh peserta pelatihan dan pengembangan. Learning principles terdiri dari: (a) participation; (b) repetition; (c) relevance; (d)  tranference; (e) feedback; (4) evaluasi pelatihan dan pengembangan, ada empat kriteria yang bisa digunakan untuk penilaian yaitu; (a) Reaction, yaitu penilaian yang didasarkan pada respon dari para trainee terhadap materi dan proses pembelajaran selama pelatihan dan pengembangan berlangsun; (b) Knowledge, yaitu penilaian yang didasarkan pada bertambah atau tidaknyapengetahuan, kemampuan, dan keahlian pekerja setelah mengikuti program pelatihan dan pengembangan; (c) Behavior,  yaitu penilaian yang didasarkan pada ada tidaknya perubahanperilaku pekerja setelah mengikuti pelatihan dan pengembangan; (d) Improvements, yaitu penilaian yang didasarkan pada ada tidaknya peningkatan efisiensi, efektivitas, produktifitas, dan kualitas kerja individusetelah mengikuti program pelatihan dan pengembangan.[15]
Menurut Sondang Siagian ada delapan langkah pengembangan dan pelatihan staf yaitu: (1) Penentuankebutuhan; (2) Penentuan sasaran; (3) Penetapan isi program; (4) Identifikasi prinsip-prinsip belajar; (5) Pelaksanaan program; (6) Pelaksanaan program; (7)Identifikasi manfaat; dan (8) Penilaian pelaksanaan program.[16]
Menurut Hadari Nawawi program pengembangan karier staf membedakan kedalam tiga fase yaitu; (1) Fase Perencanaan, fase ini merupakan aktivitas menyelaraskan rancangan pekerja dan rancanganorganisasi/perusahaan mengenai pengembangan karir di lingkungannya. Tujuan dari fase ini adalah untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pekerjadalam melaksanakan tugas-tugasnya; (2) Fase Pengarahan, fase ini bermaksud untuk membantu para pekerja agar mampu mewujudkan perencanaanya menjadi kenyatan, yakni dengan memantapkan tipe karier yang diinginkannya, dan mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkannya; (3) Fase Pengembangan, fase ini adalah tenggang waktu yang dipergunakan pekerja untuk memenuhi persyaratan yang memungkinkannya melakukan gerak dari suatu posisi ke posisilain yang diinginkannya. Selama fase ini pekerja dapat melakukan kegiatan memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikapnya, sebagaimana dipersyaratkan oleh posisi yang diinginkannya seperti tersebut diatas. Dalam fase ini juga pekerja harus berusaha mewujudkan kreativitas dan inisiatifnya, yang dapat mendukung untuk memasuki posisi/jabatan di masa mendatang. Seperti penyelenggaraan system mentor, pelatihan, rotasi jabatan dan program beasiswa.[17]
Pengembangan staf membutuhkan kegiatan yang terstruktur, terencana, dan dapat dievaluasi. Selain proses pelatihan dan pengembangan terdapat proses yang dapat dikategorikan perencanaan pengembangan staf yaitu dengan proses pemberdayaan. Pemberdayaan menurut para ahli sebagaiberikut: (1) Menurut Smith, memberdayakan orang berarti mendorong mereka menjadilebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang memengaruhi pekerjaan mereka; (2) Menurut Cook dan Macaulay, pemberdayaan merupakan perubahan yangterjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan daneneginya untuk meraih tujuan organisasi. Seorang karyawan memiliki wewenang dan berinisiatif untuk melakukan sesuatu yang dipandang perlu, jauh melebihi tugasnya sehari-hari; (3) Menurut Robbins, memberikan pengertian pemberdayaan sebagai menempatkan pekerja bertanggungjawab atas yang mereka kerjakan. Dengan demikian, manajer belajar untuk berhenti mengontrol, dan pekerja belajar bagaimana bertanggungjawab atas pekerjaannya dan membuat keputusan yang tepat. Pemberdayaan dapat mengubah gaya kepemimpinan, hubungan kekuasaan, cara pekerjaan dirancang dan cara organisasi distrukturkan; (4) Menurut Greenberg dan Baron, pemberdayaan adalah suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasan dalamhubungannya dengan pekerjaan mereka; dan (5) Menurut Newstrom dan Davis, pemberdayaan merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar informasi yang relevan dan ketentuan pengawasan atas factor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja. Pemberdayaan membantu menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan sambal meningkatkan perasaan self-efficacy pekerja. Self-efficacy merupakan suatu perasaan bahwa dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan padanya.[18]

Pertemuan 8: Ujian Tengah Semester
Materi ujian dari bahasan pada pertemuan 1-7
Pertemuan 9: Memahami penggunaan teknologi efektif dalam supervisi

Teknologi informasi efektif sangat penting dalam proses supervisi pendidikan Menurut Munir, teknologi informasi adalah suatu  teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses,  mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang  relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan aspek strategis untuk pengambilan keputusan. Sedangkan teknologi komunikasi adalah perangkat-perangkat teknologi yang terdiri dari hardwaresoftware, proses dan sistem yang digunakan untuk membantu proses komunikasi, bertujuan agar komunikasi berhasil (komunikatif)Teknologi komunikasi lebih menekankan pada perangkat elektronik.[19]  Dengan demikian teknologi informasi dan teknologi komunikasi merupakan dua buah konsep yang tidak terpisahkan. Teknologi Informasi dan Komunikasi mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan tukar menukar informasi, pemprosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antarmedia.
Istilah TIK muncul setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Perpaduan tersebut berkembang pesat melampaui bidang teknologi lainnya.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pendidikan sangat dipengaruhi oleh perkembangan perangkat keras, khususnya komputer. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan, dan teknologi telekomunikasi yang digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. 
Menurut Teemu Leinonen (2005) dalam Nurdin Noni, perkembangan tersebut dibagi dalam 5 fase yaitu sebagai berikut: (1) Fase Programming, Drill and Practice (1970-1980). Fase ini ditandai dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang menyajikan latihan-latihan praktis dan singkat, khususnya untuk mata pelajaran matematika dan bahasa. Latihan-latihan ini dapat menstimulasi memori jangka pendek; (2) Fase Computer Based Training (CBT) with Multimedia (1980-1990). Fase ini merupakan masa keemasan CD-ROM dan komputer multimedia. Penggunaanya diharapkan memberikan dampak signifikan terhadap proses pembelajaran, karena kemampuannya dalam menyajikan kombinasi teks, gambar, animasi, dan video. Kombinasi kemampuan tersebut didasari oleh konsep pedagosis bahwa manusia memiliki perbedaan, sebagian bisa belajar dengan baik mempergunakan indra penglihatan dan lainnya dengan mendengarkan atau membaca; (3) Fase Internet Based Training (IBT) (awal 1990an). Pada fase ini internet digunakan sebagai media pembelajaran. Penggunaanya masih terbatas pada penyajian teks dan gambar. Penggunaan animasi, video dan audio masih sebatas ujicoba, sehingga dirasakan pemanfaatannya belum maksimal untuk dapat menfasilitasi pembelajaran; (4) Fase E-Learning (akhir 1990an-awal 2000an). Fase ini merupakan fase kematangan pembelajaran berbasis internet. Sejak itu situs web yang menawarkan e-learning semakin bertambah, baik berupa tawaran kursus dalam bentuk e-learning maupun paket LMS (Learning Management System). Bahkan saat ini sudah cukup banyak paket seperti itu ditawarkan secara gratis dalam bentuk open source. Konsep pedagogik yang mendasari adalah bahwa pembelajaran membutuhkan interaksi sosial antara siswa dan siswa dan antara siswa dan guru. Dengan perangkat lunak LMS, siswa dapat bertanya kepada temannya atau kepada guru apabila dia tidak memahami materi yang telah dibacanya; dan (5) Fase Social Software + Free and Open Content (akhir 2000). Fase ini ditandai dengan banyaknya bermunculan perangkat lunak pembelajaran dan konten pembelajaran gratis yang mudah diakses baik oleh guru maupun siswa, yang selanjutnya dapat diedit dan dimanipulasi sesuai dengan kebutuhan.[20]
Peranan TIK dalam pendidikan mengisyaratkan bahwa pengembangan TIK untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah sesuatu yang mutlak. Dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009, program pengembangan TIK bidang pendidikan akan dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) Tahap pertama meliputi: (a) Merancang sistem jaringan yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolah-sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan internet sebagai sarana dan media komunikasi dan informasi di sekolah; (b) Merancang dan membuat aplikasi database; (c) Merancang dan membuat aplikasi manajemen untuk pengelolaan pendidikan di pusat, daerah, dan sekolah; (d) Merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis web, multimedia, dan interaktif; (2) Tahap kedua meliputi: (a) Melakukan implementasi sistem pada sekolah-sekolah di Indonesia yang meliputi pengadaan sarana/prasarana TIK dan pelatihan tenaga pelaksana dan guru; (b) Merancang dan membuat aplikasi pembelajaran; (3) Tahap ketiga dan keempat. Tahap ini adalah tahap untuk memperluas implementasi sistem di sekolah-sekolah.
Tujuan Mempelajari Teknologi. Untuk dapat membuat perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan perubahan dalam penggunaan beragam produk TIK. Perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi memudahkan dalam mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara efisien dan efektif. TIK juga akan memudahkan mendapatkan ide dengan cepat dan bertukar pengalaman dari berbagai kalangan. Dengan demikian, diharapkan dapat mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga dapat memutuskan dan mempertimbangkan kapan dan dimana penggunaan TIK secara tepat dan optimal, termasuk implikasinya saat ini dan dimasa yang akan datang.
Menurut Umi Lestari (2011), tujuan mempelajari teknologi adalah: (1)  Menyadarkan kita akan potensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berubah sehingga termotivasi untuk mengevaluasi dan mempelajari teknologi ini sebagai dasar untuk belajar sepanjang hayat; (2) Memotivasi kemampuan  kita agar bisa beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan TIK, sehingga bisa melaksanakan dan menjalani aktifitas kehidupan sehari hari secara mandiri dan lebih percaya diri; (3) Mengembangkan kompetensi kita dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung kegiatan belajar, bekerja, dan berbagai aktifitas dalam kehidupan sehari hari; (4) Mengembangkan kemampuan belajar berbasis TIK, sehingga proses pembelajaran dapat lebih optimal, menarik, dan mendorong kita lebih terampil dalam berkomunikasi, terampil mengorganisasi informasi, dan terbiasa bekerjasama; (5) Mengembangkan kemampuan belajar mandiri, berinisiatif, inovatif, kreatif, dan bertanggung jawab dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pembelajaran, bekerja, dan pemecahan masalah sehari hari.
Menurut Anwar Rosyid (2011), integrasi teknologi  dalam supervisi pembelajaran yang seharusnya memungkinkan terjadinya proses belajar yang bersifat: (1) Aktif, memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna; (2) Konstruktif, memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keingintahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya; (3) Kolaboratif, memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya; (4) Antusiastik, memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan; (5) Dialogis, memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah; (6) Kontekstual, memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan “problem-based atau case-based learning”; (7) Reflektif, memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001); (8) Multisensory, memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000); (9) High order thinking skills training, memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan “ICT & media literacy” (Fryer, 2001).
Pemanfaatan tknologi dibidang pendidikan ditinjau dari pelaksanaan supervisi pembelajaran antara lain: (1) TIK dapat digunakan untuk membantu pengajar dalam melakukan absensi peserta didik tanpa mengurangi keefektifan waktu, yaitu absensi dilakukan dengan menempelkan jari mereka pada suatu instrumen TIK dan data absensi langsung masuk ke database. Data absensi juga dapat diakses oleh orang tua murid yang ingin mengetahui perkembangan anaknya di sekolah secara online melalui situs sekolah ataupun melalui SMS gateway; (2) TIK dapat diterapkan untuk mempermudah dalam mencatat, menghitung, dan mengolah nilai siswa serta mengumumkannya. Guru hanya perlu memasukkan nilai tersebut ke suatu instrumen TIK dan instrumen tersebut yang akan mengolah nilai akhir. Dengan cara tersebut diharapkan kesalahan akibat perhitungan manusia akan berkurang dan guru akan lebih nyaman dalam bekerja, sehingga siswa juga dapat melihat nilainya kapan dan dimana saja; (3) TIK dapat diterapkan dalam meletakkan modul pembelajaran. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi mahalnya buku-buku cetaksolusinya yaitu institusi belajar menyediakan fasilitas internet yang memungkinkan siswa dapat mengakses modul tersebut secara gratis; (4) TIK dapat memberikan wadah bagi suatu institusi untuk bekerja sama dengan institusi lain untuk sharing resource (berbagi sumber daya). Hal ini akan meningkatkan kualitas peserta didik serta menambah wawasannya.
Peranan TIK dalam bidang pendidikan antara lain: (1) Berbagai hasil penelitian menunjukkan dengan adanya TIK penelitian yang dilakukan seseorang dapat dimanfaatkan dan diketahui orang lain, ini juga akan mencegah terjadinya penelitian yang serupa; (2) Internet bagaikan sebuah kota elektronik yang sangat besar dimana setiap penduduk memiliki alamat yang dapat digunakan untuk berkirim surat atau informasi. Dalam bidang pendidikan, internet sangat berguna dan berperan penting dalam pencarian informasi terbaru maupun yang dibutuhkan dengan cepat dan mudah; (3) Konsultasi dengan pakar, internet dapat dimanfaatkan untuk berkonsultasi dengan pakar yang berada ditempat lain; (4) E-learning, bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah dan tingkat sekolah kejuruan melalui penggunaan internet; (5) Tutorial Online, salah satu penggunaan teknologi informasi untuk pendidikan di pendidikan tinggi adalah untuk tujuan tutorial lembaga-lembaga pendidikan jarak jauh; (6) Perpustakaan Online adalah perpustakaan dalam bentuk digital yang ditempatkan di internet. Pelajar dapat mengakses sumber-sumber ilmu dengan cara mudah tanpa dibatasi jarak dan waktu; (7) Diskusi Online adalah diskusi yang dilakukan di internet. (8) Kelas Online dapat digunakan bagi lembaga-lembaga pendidikan jarak jauh seperti UT dan SMP Terbuka; (9) Metode distance learning merupakan suatu metode alternatif dalam pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. Sistem ini diharapkan dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas. Metode ini sangat membantu siswa atau masyarakat dalam mempelajari hal-hal atau ilmu-ilmu baru dengan tampilan yang lebih menarik dan mudah untuk dipahami; (10) Penggunaan perangkat informasi interaktif seperti CD-ROM multimedia secara bertahap akan menggantikan fungsi papan tulis.

Pertemuan 10-11: Memahami fungsi administrasi program sekolah

Fungsi administrasi dalam kegiatan pendidikan yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam konteks kegiatan lembaga pendidikan. Pertama, Fungsi perencanaan. Perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan (Gafar dalam Sagala, 2008:47). Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya.
Kedua, Fungsi pengorganisasian. Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerjasama pendidikan. Kegiatan pengorganisasian adalah untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas sesuai prinsip pengorganisasian, salah satunya adalah terbaginya semua tugas dalam berbagai unsur organisasi secara proporsional.
Ketiga, Fungsi penggerakan. Menggerakkan menurut Terry dalam Sagala (2008: 52) berarti merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan  kemauan yang baik. Tugas menggerakan dilakukan oleh pemimpin. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting menggerakkan personel dalam melaksanakan program kerja sekolah.
Keempat, Fungsi pengkoordinasian. Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagi tidak dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakan saja, tetapi menurut aturan sehingga sesuai dengan pencapaian tujuan.   
Kelima, Fungsi pengarahan. Nawawi dalam Sagala (2008: 58) mengemukakan bahwa pengarahan adalah memelihara, menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personal, baik secara struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatannya tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan. Pengarahan dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang ditetapkan dan tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan.
Keenam, Fungsi pengawasan. Pengawasan dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personal dalam organisasi pendidikan dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki, kemudian dari hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan. Pengawasan meliputi pemeriksaan apakah semua berjalan sesuai rencana yang dibuat, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang ditetapkan.
Tata usaha merupakan pegawai yang bertugas membantu melaksanakan tugas-tugas tata kelola keadministrasian seperti surat menyurat, pengarsipan, penjadwalan, dan segala yang berhubungan dengan tupoksi tata usaha. Dalam menjalankan tugasnya seorang tata usaha atau lebih sering disingkat TU akan berperan sebagai pembantu kepala baik itu kepala bagian, kepala sekolah, atau lainya. Tata usaha memiliki peran penting dan sangat dibutuhkan dalam pengelolaan perkantoran. Keberadaanya akan sangat membantu untuk memperlancar dan memudahkan segala kegiatan tata kelola suatu badan atau lembaga.
Tugas pokok dan fungsi tata usaha sebagai berikut: (1) Melakukan Penyusunan program kerja tata usaha sekolah; (2) Mengelola Administrasi Sekolah; (3) Pengurusan dan pelaksanaan administrasi/ sarana prasarana sekolah; (4) Penyusunan Administrasi Kesiswaan; (5) Penyusunan Administrasi Kurikulum; (6) Penyusunan Administrasi Kepegawaian; (7) Penyusunan Administrasi Humas; (8) Penyusunan  Administrasi Ketatausahaan antara lain: mengagendakan surat masuk/ keluar, mengetik surat, menggandakan surat-surat, mengarsipkan, menata penomoran surat, merapikan file-file surat, mengirim dan menerima surat-surat, menyusun dan menyajikan data statistik sekolah. Mengurus dokumen-dokumen sekolah. Mengkoordinasikan dan melaksanakan 9 K di ruangan kantor sekolah. Dan menyusun laporan ketatausahaan sekolah.
Secara struktural tupoksi tata usaha sekolah dikelompok dari sub bagian perbagian sebagai berikut: (1) Kepala Tata Usaha (Ka.TU). Tugas Pokok Kepala Tata Usaha yaitu: (a) Melaksanakan ketatausahaan sekolah dan  bertanggung jawab Kepada Kepala Sekolah; (b) Uraian Tugas Ka.TU: (c) Menyusun program tata usaha sekolah; (d) Mengelola  Keuangan  Sekolah; (e) Mengurus administrasi ketenagaan  dan siswa; (f) Membina dan mengembangkan karier pegawai; (g) Menyusun administrasi perlengkapan sekolah; (h) Menyusun dan penyajian data/statistik  sekolah; dan (i) Menyusun laporan pelaksanaan  kegiatan  pengurusan ketatausahaan secara  berkala; (j) Mengkoordinasikan dan melaksanakan K3 / 6 K;
(2) Tupoksi TU Bag. Administrasi Umum Uraian Tugas: (a) Menyusun rencana dan program kerja tahunan Bagian serta mempersiapkan penyusunan program kerja tahunan Sekretarian Pelaksana; (b) Menyusun/membuat Agenda Kerja Harian; (c) Membuat Struktur Organisasi Sekolah dan TU; (d) Membuat Buku Tamu umum, Buku tamu Pejabat/Dinas, Buku Tamu Orang Tua siswa, Buku Tamu Supervisi; (e) Papan Statistik Kesiswaan, Ketenagaan; (f) Dokumen Pendirian Sekolah; (g) Absensi Rapat; (h) Notula Rapat; (i) Buku Catatan Pembinaan Personil: dan (j) Buku Catatan Pesan Telepon.
(3) Tupkosi TU Bag. Administrasi Kepegwaian Uraian Tugas: (a) Mengelola Buku Induk Pegawai; (b) Buku Pengawasan Kenaikan Tingkat; (c) Buku Pengawasan Kenaikan Berkala; (d)  Data-data Ketenagaan: R7/R8 Guru dan Pegawai lainnya; (e) DSO; (f) DUK Guru dan Pegawai Lainnya; (g) Daftar Pembagian Tugas Mengajar; (h)  Daftar Tugas-Tugas Tambahan; (i) Data FTT + PTT; (j) File Kepegawian; (k) Buku Cuti (l)  Uraian Tugas Pegawai, dan (m) Buku Catatan DP3.
(4) Tupoksi TU Bag. Administrasi Kesiswan Uraian Tugas: (a) Buku induk Siswa; (b) Buku Klaper; (c) Buku Mutasi; (d) Daftar Calon Siswa Baru; (e) Arsip Foto Copy STTB yang Keluar dan Masuk; (f) Daftar Peserta UN (US.1); (g) Arsip Leger; (h) Arsip Buku Absensi Siswa; (i) Rekapitulasi Absensi Siswa; (j) Penyimpanan Rapor Siswa; (k) Buku Beasiswa; (l) Data Lulusan yang melanjutkan dan bekerja; dan (m) Data Prestasi Siswa.
(5) Tupoksi TU Bag. Administrasi Perlengkapan Uraian Tugas: (a) Buku pengadaan Barang; (b) Buku Penerimaan Barang; (c) Buku Pengeluaran Barang; (d) Buku Barang (Pakai Habis); (e) Buku Barang (Inventaris); (f) Buku Catatan Piala; (g) Kodefikasi Barang Tiap Inventaris; (h) Kartu Inventaris Ruangan; (i) Daftar Penghapusan; (j) Tempat Penyimpanan Dokumen Tanah/Bangunan; (l) Arsip Berita Acara Penyerahan Barang.
(6) Tugas TU Bag. Surat Menyurat Uraian Tugas: (a) Membuat dan Mengelola surat masuk dan keluar; (b) Kartu Disposisi; (c) Kartu Kendali Masuk; (d) Kartu Kendali Keluar; (f) Box Penyimpanan Kartu Disposisi dan Kartu Kendali; dan (g) File Surat Masuk Keluar.
(7) Tupoksi TU bag. Keuangan Uraian Tugas: (a) Arsip RAPBS/APBS; (b) RASK/DASK; (c) Buku Kas Tabelaris; (d) Buku-Buku Pencatatan Keuangan Komite Sekolah; (e) Buku-buku Pencatatan Keuangan Proyek; (f) Arsip SPJ Rutin, Proyek, Komite Sekolah; dan (g) Arsip SPJ KJM, Beasiswa.
(8) Tupoksi TU Bag. Laboratorium Uraian Tugas: (a) Mengelola administrasi Labolatorium; (b) Menginventarisasikan barang-barang Labolatorium; (c) Mendata kebutuhan Labolatorium; (d) Mengelola data buku perpustakaan; (e) Memberikan pelayanan kepada yang akan praktek pada labolatorium; (f) Membuat data statistik administrasi Labolatorium;dan Membuat laporan kegiatan Labolatorium.
(9) Tupoksi TU Bag. K3 (Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja) Uraian Tugas: (a) Melaksanakan tugas piket jaga malam sesuai jadwal; (b) Membersihkan lingkungan sekolah sesuai pembagian lahan tugas; (c) Membersihkan ruangan kantor dan kelas sesuai dengan pembagian tugas; (d) Mengontrol persediaan air dan membersihkan WC/Kamar madi sesuai pembagian lahan tugas; dan (e) Mengontrol kunci dan jendela kantor / kelas setiap hari dinas.

Pertemuan 12, 13: Memahami arah baru supervisi dan konsep supervisi sebagai tindakan moral
1.  Menjelaskan faktor-faktor perubahan pendidikan di Finlandia.
2.    Mengevaluasi perubahan dalam organisasi sekolah.
3.    Menilai aplikasi supervisi di sekolah sukses pada abad ke-21.
4.    Menilai dampak supervisi pada perubahan di sekolah.
5.    Menjelaskan tentang pengertian tindakan moral
6.    Menjelaskan pentingnya tindakan moral
7.    Menguraikan prosedur tindakan moral dalam supervise
8.    Merumuskan strategi peningkatan moral di sekolah melalui pengawasan
Pertemuan 14: Mampu melakukan aktivitas observasi pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah dan pengawas di sekolah
1.    Menjelaskan pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah di sekolah
2.    Menjelaskan pelaksanaan supervisi oleh pengawas sekolah
3.    Mendiskusikan dan membedakan pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah di sekolah
Pertemuan 15: Mampu menyusun laporan hasil observasi dan simulasi supervisi
1.       Menganalisis hasil observasi dan  supervisi
2.       Menyusun laporan hasil observasi dan supervisi
Pertemuan 16: Ujian Akhir Semester


[1] M. Ngalim Purwanto., 1986. Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Karya
[2] Umaedi, 2002. Pedoman Tata Krama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial Sekolah bagi SLT. Jakarta
[3] Mardapi, Djemari (2003). Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
[4] James J. Jones & Donal L. Walters, 2008. Human Resource Management in Education, Yogyakarta: Q-Media
[5] Dewi Hangraeni, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
[6] Piet A. Sahertian, 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta
[7] Abdul Aziz Wahab,2008. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan: Telaah terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan, bandung: Alfabeta
[8] Abdul Aziz Wahab, Ibid., ha. 13
[9] Hendyat Soetopo dan Waty Soemanto, 1984. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Malang: Bina Aksara.
[10] Pidarta, Made, 2004, Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara.
[11] Ali Imron, 2012. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
[12] Kaswan, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu
[13]Kaswan, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu
[14]Arkdon, 2009. Strategic Management: For Educational Managemen, Bandung: Alfabeta
[15] Dewi Hanggraeni, 2011. Perilaku Organisasi Teori, Kasus dan Analisis, Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI
[16] Sondang Siagian, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.
[17] Hadari Nawawi, 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia: Untuk Bisnis yang Kompetitif, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

[18] Wibowo, 2008. Manajemen Perubahan, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 331-332
[19] Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Infrmasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta.

[20] Noni, Nurdin. (tt). Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan. (Online). Tersedia: http://blo.unm.ac.id/nurdinnoni/files/2010/04/Modul-1pdf


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHAN AJAR MATA KULIAH DASAR-DASAR PENDIDIKAN

Contoh Pembelajaran Berbasis Riset Mata Kuliah Evaluasi Kelembagaan An. Ahmad Isna Muhdi

BAHAN AJAR MATA KULIAH: ILMU PENDIDIKAN ISLAM