BAHAN AJAR MATA KULIAH EVALUASI KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
Dr. Hj. Khairiah, M.Pd
Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata to
evaluate berarti menilai. Anas mengemukakan secara harfiah kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris yakni evaluation, dalam
bahasa Arab yakni Al-Taqdir, dalam Bahasa Indonesia
yakni penilaian.[1] Plato merupakan filosuf pertama
yang mengemukakannya. Pembahasan nilai secara khusus di perdalam dalam
diskursus filsafat, terutama pada aspek aksiologinya. Begitu penting kedudukan
nilai dalam filsafat sehingga para filosuf meletakkan nilai sebagai muara
bagian epistimologi dan antologi filsafat[2] Evaluasi adalah pengumpulan
informasi untuk mengetahui pencapaian belajar.[3] James and Roffe dalam
Sharon, dkk berpendapat evaluation is comparing the
actual and real with the predicted or promised.[4] Gronlund dalam Toto
dan Cepi menyebutkan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dari
pengumpulan, analisis, dan inerpretasi informasi/data untuk menentukan tingkat
capaian tujuan.[5] Angelo menyebutkan Classroom Assessment is a simple method
faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their
students are learning what they are being taught.[6] (Penilaian untuk
mengumpulkan umpan balik, awal dan setelahnya, pada tingkat pembelajaran yang
diajarkan). Abudin Nata, evaluasi merupakan menilai hasil
akhir dari proses kegiatan.[7] Oemar Hamalik menyebutkan evaluasi sebagai suatu penaksiran
terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan.[8] Arifin menyebutkan evaluasi merupakan cara atau tehnik penilaian.[9] Bloom et. Al menyebutkan evaluasi adalah
pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam
kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana
tingkat perubahan dalam pribadi siswa.[10]
Stufflebeam menyebutkan evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh,
dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.[11] Cronbach,
evaluasi adalah deskripsi yang jelas atau menunjukan hubungan sebab-akibat
tetapi tidak memberikan penilaian.[12] Penilaian adalah usaha
yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik-buruk bersifat kualitatif. Atau penilaian adalah usaha mengumpulkan
berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh suatu program yang
telah dicapai dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya.[13] Rusli Lutan
menyebutkan assessment termasuk pelaksanaan tes dan evaluasi.[14] Suharsimi Arikunto
penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
buruk bersifat kualitatif.[15] Djemari Mardapi
penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.[16] Menurut Cangelosi
penilaian adalah keputusan tentang nilai.[17] Dengan demikian evaluasi
merupakan penilaian, pengukuran, menggambarkan dan mengumpulkan informasi
terhadap sesuatu kegiatan dengan ukuran baik buruk secara berkesinambungan dan
menyeluruh untuk pengambilan kebijakan dan keputusan.
Konsep Dasar Evaluasi
Pendidikan.
Evaluasi merupakan
kegiatan mengukur (measurement),
menilai (assessment). Evaluasi (evaluation) secara harfiah berasal dari bahasa Inggris berarti penilaian
atau penaksiran.[18] Menurut Stufflebeam, dkk
evaluasi sebagai The process of
delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives.[19] Evaluasi
merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang
berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
Kumano
menyebutkan evaluasi merupakan penilaian
terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan assesment.[20]
Calongesi, menyebutkan evaluasi adalah suatu
keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran.[21] Zainul dan Nasution
menyatakan evaluasi sebagai proses pengambilan keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang
menggunakan instrumen tes maupun non tes.[22]
Menurut
Suharsimi Arikunto mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran
yang bersifat kuantitatif, menilaia adalah mengambil suatu keputusan terhadap
sesuatu dengan ukuran baik dan buruk yang bersifat kualitatif, sedangkan
mengadakan evaluasi adalah meliputi kegiatan mengukur dan menilai[23]
Pertama,
mengukur
(measurement), menurut Cangelosi,
pengukuran (Measurement) merupakan suatu
proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi
yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.[24] Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan
suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat
kualitatif dari performance siswa
tersebut dinyatakan dengan angka-angka.[25] Pernyataan tersebut
diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian
angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh
seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi
yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh
para ahli.[26]
Pengukuran bidang pendidikan maksudnya mengukur atribut atau karakteristik
peserta didik. Arikunto dan Jabar menyatakan pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan
satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.[27]
Kedua, menilai
(assessment), Menilai itu sendiri
bararti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran
tertentu seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh,
tinggi atau rendah.[28] Menurut Endang Purwanti
(2008: 3) Secara umum, asesment dapat diartikan sebagai proses untuk
mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar
pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya,
iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.[29]
Berdasarkan pengertian di
atas evaluasi adalah suatu proses untuk
mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun non
tes.
Mengukur adalah membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan dan
bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah kegiatan mengukur dan mengadakan
estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai
ke taraf pengambilan keputusan dan bersifat kualitatif.
Perbedaan mengukur,
menilai dan evaluasi, sebagai berikut: (1) Evaluasi
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai,
kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran; (2) Penilaian dalam
pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara
berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program
kegiatan belajar; (3) Pengukuran (measurement)
merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang
bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan
instrumen untuk melakukan penilaian. Sesuai Cangelosi adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris.[30]
Subjek evaluasi Suharsimi Arikunto menyebutkan subjek evaluasi
adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi.[31] Siapa yang dapat disebut
subjek evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh aturan pembagian tugas atau
ketentuan yang berlaku. Contoh: a) Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi
belajar atau pencapaian maka sebagai subjek evaluasi adalah guru; b) Untuk melaksanakan evaluasi sikap yang
menggunakan sebuah skala maka sebagai subjeknya dapat meminta petugas yang
ditunjuk, dengan didahului oleh suatu latihan melaksanakan evaluasi tersebut;
c) Untuk melaksanakan evaluasi terhadap kepribadian di mana
menggunakan sebuah alat ukur yang sudah distandardisasikan maka subjeknya
adalah ahli-ahli psikologi. Di sampig alatnya yang harus bersifat rahasia, maka
subjek evaluasi haruslah seorang yang betul ahli karena jawaban dan tingkah
laku orang yang dites harus diinterpretasikan dengan cara tertentu.
Objek atau sasaran evaluasi adalah sesuatu yang memberikan
pedoman kepada seseorang untuk menyeleksi kegiatan yang dilakukan. Dalam pendidikan,
seperangkat alat evaluasi yang dipunyai mutlak memerlukan objek sebagai
sasaran. Tanpa objek, evaluasi tidak dapat diperankan. Karena itu, objek
evaluasi menempati posisi yang cukup strategis dalam menunjang tugas guru.
Sebab dengan mengetahui objek evaluasi memudahkan guru dalam menyusun alat
evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu: a) Segi
tingkah laku, artinya segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, dan
keterampilan siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar; b) Segi isi
pendidikan, artinya penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam proses
belajar mengajar; c) Segi yang menyangkut proses mengajar dan belajar itu
sendiri. Proses belajar dan mengajar perlu penilaian secara objektif dari guru,
sebab baik tidaknya proses mengajar dan belajar menentukan baik tidaknya hasil
belajar yang dicapai siswa.
Ketiga sasaran pokok di
atas, menurut Nana Sudjana harus dievaluasi secara menyeluruh, artinya jangan
hanya menilai segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus menilai
segi perubahan tingkah laku dan proses belajar dan mengajar itu sendiri secara
adil.[32] Suharsimi Arikunto
mengatakan objek atau sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang menjadi
titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu penilaian.[33]
Sasaran penilaian untuk unsur-unsurnya meliputi: input,
transformasi, dan output. Pertama, Input.
Calon
siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang
menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk
mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidaknya mencakup 4 hal, antara lain: a) Kemampuan,
untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah maka calon siswa
harus memiliki kemampuan yang sepadan; b) Kepribadian, adalah sesuatu yang
terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku; c) Sikap-sikap,
sebenarnya, sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala
atau gambaran kepribadian yang memancar keluar; d) Intelegensi, intelegensi
adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam memecahkan masalah.
Kedua, Transformasi. Telah
dijelaskan bahwa nampak unsur yang terdapat dalam transformasi yang semuanya
dapat menjadi sasaran atau objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan
yang diharapkan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian
antara lain: a) Kurikulum/materi; b) Metode dan
cara penilaian; c) Sarana
pendidikan/media; d) Guru dan
personal lainnya.
Ketiga,
Output. Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah
dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian/prestasi belajar mereka selama
mengikuti program. Kecenderungan yang ada sampai saat ini disekolah adalah
bahwa guru hanya menilai prestasi belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja.
Aspek psikomotorik, apalagi afektif, sangat langka dijamah oleh guru.
Akibatnya, para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan
pekerjaan keterampilan, juga tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah
mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek afektif ini,
jika kita mau introspeksi, telah berakibat merosotnya akhlak para lulusan, yang
selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak bangsa.
Pendekatan Evaluasi Program Pendikan
Evaluasi
program bertujuan untuk melihat program dirancang, dilaksanakan, dan bermanfaat
bagi pihak-pihak yang terlibat dalam program. Pada pelaksanaannya evaluasi
program bermaksud mencari informasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran
rancangan dan pelaksanaan program. Dalam menjalankan tugasnya, evaluator dapat
mengembangkan teknik mengumpulkan informasi sesuai dengan paradigma dan
pendekatan masing-masing. Dalam penelitian pendidikan ada 2 (dua) pendekatan yang
digunakan yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan
pada penelitian bersifat inkuiri
untuk memahami masalah yang timbul berdasarkan pada analisis mendalam terhadap
gambaran menyeluruh, data yang rinci dari berbagai informan, dan penelitian
dilakukan dalam setting alamiah.
Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penelitian berbasis pengujian
teori yang dibangun sejumlah variabel, melibatkan pengukuran dengan angka,
dianalisis dengan uji statistika tertentu untuk mencari kesimpulan hasil
penelitian, dapat digeneralisasikan untuk membuktikan teori yang digunakan
mengandung kebenaran.[34]
Pertama, evaluasi
kuantitatif; (1) Pendekatan kuantitatif, penelitian ini melihat kenyataan
sebagai objek berada di luar peneliti. Sehingga hasil pengumpulan data diarahkan
kepada nilai objektifitas dan independensi. Peneliti selalu berusaha
menghindari pengaruh variable intervening
yang diperkirakan mempengaruhi interaksi antar variabel yang diteliti. Sampel
yang diteliti dipertimbangkan lebih dahulu dari segi karakteristiknya sehingga
sampel tersebut dianggap dapat mewakili populasinya; (2) Pendekatan dalam
evaluasi program, ada beberapa pendekatan yang sesuai dengan pendekatan kuantitatif
yaitu: pendekatan tujuan (model Goal
oriented), pendekatan proses (CIPP,
CSE-UCLA, Countenance). Semua jenis evaluasi program yang menggunakan
paradigma kuantitatif mempunyai karakteristik ada acuan atau standar dalam
melaksanakan evaluasi. Proses evaluasi mempunyai tahap linier tertentu serta
selalu memposisikan evaluator berada di luar program, sedang dalam posisi
memotret keadaan di dalam program. Hal ini memang dianggap penting bagi
evaluator untuk keperluan menjaga objektifitas serta independensi data yang
dikumpulkan; (3) Desain evaluasi program desain evaluasi program mencakup suatu
proses dan seperangkat rencana atau hasil tertulis.[35]
Desain
evaluasi kuantitatif merupakan bentuk rencana melakukan evaluasi meliputi
komponen, seperti; focus evaluasi, teknik menjaring data, mengolah data,
membuat laporan, dan melakukan review atau peninjauan kembali terhadap semua
langkah evaluasi yang telah dilakukan. Desain evaluasi program menggunakan
pendekatan kuantitatif, pada prinsipnya mengikuti langkah seperti; peneliti
melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Format rancangannya
mencakup konteks atau pernyataan yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi
terhadap suatu program, kemudian tujuan dilakukannya evaluasi program.
Selanjutnya dibuat sejumlah pertanyaan hipotetis merujuk pada informasi yang
dijaring guna mencapai tujuan evaluasi yang telah ditetapkan. Kemudian
ditetapkan pula metodologi mencakup penetapan desain evaluasi, subjek
dievaluasi, instrumentasi untuk menjaring data, serta pengolahannya.[36]
Pada
pendekatan kuantitatif, karakteristik menonjol adalah pada pertanyaan hipotetik
sepadan dengan rumusan masalah pada penelitian kuantitatif, desain menggunakan
desain-desain penelitian kuantitaif, subjek penelitian mempertimbangkan metode
sampling, dan pengolahan data merujuk pada pembuktian hipotesis menggunakan uji
statistika tertentu. Biasanya pengolahan data dipilih teknik yang menyatakan
kualitas suatu data dalam bentuk angka-angka dan kemudian diuji dengan
menggunakan penghitungan rumus-rumus sesuai pola hubungan antar variabel yang
ingin dibuktikan. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan didukung
angka-angka. Biasanya evaluator menggunakan angka-angka untuk mempermudah
menyatakan, membandingkan, dan mempertinggi akurasi; (4) Prosedur evaluasi
program merujuk pada teknik evaluasi program operasional, sehingga mencakup
urutan tahap-tahap yang dilakukan. Biasanya operasionalisasi evaluasi program
lebih menekankan pada teknik mengumpulkan data yang diperlukan, seberapa banyak
informasi harus dikumpulkan, bagaimana pengaturan data yang telah terkumpul, teknik
mengolahnya, teknik menampilkan data tersebut kepada pihak yang memerlukan,
serta efisiensi dalam mengumpulkan data.
Pendekatan
kuantitatif mengutamakan data yang bersifat numeric.
Data berupa opini, perilaku, penampilan tidak dinyatakan dalam deskripsi tetapi
diolah dahulu menggunakan pengkategorian dan kemudian diberi bobot dalam bentuk
angka untuk setiap kategori. Pengumpulan datanya biasanya menggunakan
instrument lembar observasi, lembar inventori, tes penguasaan kemampuan
tertentu, tes unjuk kerja, self rating, dan lain lain. Semua instrument
tersebut biasanya telah ditentukan pedoma pemberian skornya, sehingga nantinya
data yang diolah lebih lanjut adalah skor yang berupa angka. Jumlah data juga
menjadi sesuatu yang ditekankan pada pendekatan kuantitatif. Jumlah data yang
diambil dari populasinya harus mengikuti teknik pengambilan sample tertentu
yang didasarkan pada seberapa besar sample tersebut dianggap mewakili populasi
agar kesimpulannya bias digeneralisasikan dan berlaku untuk populasi. Semakin
besar jumlah sampelnya semakin baik. Perhatian terhadap objektifitas merupakan
karakter dari pendekatan kuantitatif. Konsekuensinya instrument yang digunakan
sedapat mungkin diketahui validitas dan reliabilitasnya. Dengan mengetahui
validitas dan reliabilitas instrument, maka dianggap bahwa situasi saat
pengambilan data berlangsung serta personifikasi pengambil data dianggap tidak
mempengaruhi data yang dikumpulkan.
Selanjutnya
pengolahan data menggambarkan karakteristik pendekatan kuantitatif. Pengolahan
data berupa angka ditentukan jenis pertanyaan hipotetik yang ingin dijawab.
Jika yang ingin dilihat adalah perbedaan antara satu kelompok data dengan data
lainnya maka digunakan pengolahan data statistic t-test, chi-square, dan anova.
Jika yang dilihat adalah hubungan antara satu kelompok data dengan kelompok
data lainnya, maka digunakan pengolahan data statistic korelasi. Jika yang
dilihat adalah luas penyebaran data yang dikumpulkan maka digunakan analisa
data dengan mencari standar deviasinya, atau range semi interquartile.
Keputusan pengolahan data mana yang dipakai sudah ditentukan sejak awal dan
benar dipatuhi semua persyaratannya. Kesimpulan yang dihasilkan biasanya
dinyatakan dalam bentuk kalimat yang didukung derajat signifikansi. Dengan teknik
seperti ini, baik peneliti maupu evaluator berkeyakinan bahwa kesimpulan yang
dibuat bersifat objektif
Kedua, evaluasi
kualitatif; (1) Paradigma kualitatif paradigma ini mengandung beberapa kata
kunci yaitu: a) focus pada penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; b)
bergantung pada peneliti yang bertindak sebagai instrument penjaring data; c)
laporannya berbentuk narasi bukan angka; (2) Pendekatan evaluiasi program
kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap
informasi yang terdokumentasi secara sistematis. Pendekatan kualitatif lebih
sesuai untuk melakukan evaluasi pada saat program berlangsung. Dengan demikian
evaluator dapat mengetahui dan memahami segala hal yang berkaitan dengan
program dengan teknik melihat langsung pada saat program sedang berjalan. Teknik
ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena tertentu, peristiwa tertentu,
maupun pihak-pihak tertentu yang hanya dapat dijaring informasinya secara lebih
mudah pada saat program berlangsung. Pengumpulan data sebanyak mungkin pada
saat beeguna untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti yang menyebabkan program
bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika ada hal-hal yang
menarik perhatian, evaluator dapat melakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan
konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah
evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan
program sehingga atmosfer program dapat tertangkap dengan baik. Hal ini membuat
evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam
pelaksanaan program, mana yang sulit didapatkan jika pendekatan kuantitatif
yang dipakai;
(3)
Desain evaluasi program menggunakan pendekatan kualitatif agak berbeda dengan
desain penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif, metode pengumpulan data saat
proses berlangsung dan dapat mengembangkan datanya sejauh itu masih dalam
konteks menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk membangun teori
baru. Sedangkan pada evaluasi program data yang dikumpulkan telah ditetapkan
pada awal penentuan desain dan sedapat mungkin pada saat pengumpulan informasi
tidak terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari titik jenuh
kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi.[37] Karakteristik lain yang
ada pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti posisi
peneliti dalam konteks penelitian, unit informasi dan unit analisis, tipe
informasi yang dikumpulkan, analisis data serta teknik menyimpulkan digunakan
dalam evaluasi program yang bersifat kualitatif. Format rancangannya mencakup
konteks atau pernyataan tentang yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi
terhadap suatu program, kemudian tujuan dilakukannya evaluasi program.
Selanjutnya disepakati dahulu asumsi yang relevan, aturan-aturan dalam
pengumpulan informasi serta teknik pengumpulan informasi, pengorganisasian
data, analisis data, serta verifikasi data.[38]
Pada
pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada posisi evaluator
dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi
tentang suatu program, evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam
program, tetapi pada pendekatan kualitatif evaluator harus berada dalam program
dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan
utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran
yang menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya.[39] Pendekatan ini menekankan
pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang
tak berujung dari suatu fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama
digunakannya pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan program
dari berbagai sudut pandang.
Berbeda
dengan pendekatan kuantitatif pertanyaan yang menjadi focus evaluasi tidak
menggambarkan adanya variable, data yang dikumpulkan akan ditampilkan dalam
bentuk natative, tidak terlalu mementingkan metode sampling, dan pengolahan
data tidak selalu menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pada pengolahan
data dipilih teknik yang lebih banyak menyatakan kualitas interaksi antara satu
data dengan data lainnya dalam konteks menggambarkan situasi dan kondisi pada
saat fenomena tertentu muncul. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk
pernyataan yang berbentuk deskripsi sehingga orang dapat melihat suatu gambaran
yang utuh tentang suatu program;
(4)
Prosedur evaluasi program prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan
kualitatif biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample, mengumpulkan
data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan
kuanlitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam mengumpulkan data tidak
mengikuti alur tertentu yang linier artinya pengumpulan data bisa maju dan
mundur sesuai dengan kebutuhan informasi dan keperluan penelusuran untuk
mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada teknik untuk mencegah
evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused Qualitative Evaluation). Alat pengumpul data yang
digunakan pada pendekatan ini bias berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman
wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto,
sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya diberi
kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya
dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data
tersebut nantinya dianalisis dengan teknik mengelompokkan berdasarkan peristiwa
yang terjadi dalam program. Data disajikan dalam bentuk cerita yang rinci
lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di
dalamnya.
Evaluasi
semacam ini biasanya diperlukan pada program-program tentative atau pilot
project yang masih ingin dicari kekuatan dan kelemahannya. Hasil evaluasi
nentinya digunakan untuk keperluan pengembangan program dengan cakupan yang
lebih luas. Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara
garis besar adalah: 1) Menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan
factor pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program; 2) Menentukan
unit analisis yang merujuk kepada individu yang terlibat dalam program
(panitia, peserta, penyandang dana, pengguna output program, unsure pendukung
program); 3) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara
menganalisis data, dan cara menyimpulkan[40]
Tujuan Evaluasi Pendidikan
Tujuan Evaluasi/
penilaian adalah membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, menilai
efektifitas dan meningkatkan efektifitas program, menilai dan meningkatkan
efektifitas program, menyediakan data dalam membuat keputusan.[41] Tujuan evaluasi
secara umum untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi system baik yang
menyangkut tentang tujuan, materi, metode, sumber. Sedangkan tujuan khusus
evaluasi adalah evaluasi disesuaikan dengan jenis evaluasi itu sendiri seperti
evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi dampak,
evaluasi efisiensi/ ekonomis, dan evaluasi program komprehensif.
Sax menyebutkan tujuan
evaluasi/ penilaian adalah selection,
placement, diagnosis and remediation, feedback: norm-referenced and
criterion-referenced interpretation, motivation and guidance of learning,
program and curriculum improvement: formative and summative evaluations, and
theory development.[42]
Evaluasi digunakan di
berbagai bidang kegiatan seperti bimbingan dan penyuluhan, supervisi, dan
seleksi memiliki tujuan yang berbeda. (1) kegiatan bimbingan bertujuan
memperoleh informasi secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik,
sehingga dapat diberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya; (2) kegiatan
supervisi bertujuan menentukan keadaan suatu situasi pendidikan atau
pembelajaran, sehingga dapat diusahakan langkah-langkah perbaikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan di madrasah; (3) kegiatan seleksi bertujuan
mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai peserta
didik untuk jenis pekerjaan, jabatan atau pendidikan tertentu.
Chittende menyebutkan
tujuan penilaian (assessmentpurpose)
adalah keeping track, checking up, finding
out, and summing up.[43] (1) Keeping track adalah menelurusi dan
melacak proses program sesuai rencana pelaksanaan yang telah ditetapkan
sebelumnya, diharuskan mengumpulkan data dan informasi dalam kurun waktu
tertentu melalui berbagai jenis dan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran
dalam pencapaian tujuan; (2) Checking up
adalah mengecek ketercapaian program kegiatan yang telah terealisasi dan
program yang belum terealisasi; (3) Finding
out adalah mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan kesalahan atau
kelemahan dalam proses pelaksanaan, sehingga dapat dengan cepat dicarikan
alternative solusinya; (4) Summing up adalah
menyimpulkan tingkat kemampuan dan penguasaan
program terhadap capaian yang telah ditetapkan dan hasil kesimpulan
dapat dijadikan penyusunan laporan kepada pihak yang berkepentingan.
Fungsi Evaluasi Pendidikan
Fungsi utama evaluasi
dalam pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat fungsi, yaitu: 1. Fungsi
formatif. Maksudnya evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial
bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari. 2. Fungsi
sumatif. Evaluasi dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas Adan
laporan perkembangan belajar siswa serta dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa. 3. Fungsi diagnostis; Evaluasi dapat mengetahui latar belakang siswa
(psikologis, fisik dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar. 4. Fungsi
seleksi dan penempatan; Yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk
menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuan.
Dengan mengetahui makna evaluasi/ penilaian ditinjau dari
berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka fungsi evaluasi/ penilaian ada beberapa
hal yaitu sebagai berikut: Pertama. Evaluasi/
penilaian berfungsi selektif. Dengan cara mengadakan penilaian guru
mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.
Penilaian itu sendiri mempunyai tujuan; 1. Untuk memilih siswa yang dapat
diterima disekolah tertentu; 2. Untuk memilih siswa yang dapat naik kekelas
atau tingkat berikutnya; 3. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat
beasiswa; dan 4. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan
sekolah dan sebagainya.
Kedua. Evaluasi/
penilaian berfungsi diagnostik. Apabila alat yang digunakan dalam penilaian
cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa. Jadi dengan mengadakan penilaian sebenarnya guru
mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah
dicari untuk mengatasi.
Ketiga. Evaluasi/
penilaian berfungsi sebagai penempatan. Sistem baru yang kini banyak
dipopulerkan di negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri
dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu
berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya
sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual.
Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga
pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada.
Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga. Pendidikan yang
bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang
lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok.
Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan, digunakan suatu penilaian.Sekelompok siswa yang mempunyai hasil
penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
Keempat. Evaluasi/
penilaian berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan. Fungsi keempat dari
penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil
diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelum ini. Keberhasilan program
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum,
sarana, dan sistem administrasi.
Cronbach menjelaskan evaluation
used to improved the course while it is still fluid contributes more to
improvement of education than evaluation used to appraise a product already on
the market. Maksudnya fungsi evaluasi untuk perbaikan[44] Scriven
membedakan fungsi evaluasi menjadi dua yaitu fungsi formatif dan fungsi
sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan dan diarahkan untuk perbaikan program
yang sedang dikembangkan, sedangkan fungsi sumatif dihubungkan dengan
penyimpulan tentang kebaikan dari sistem progra secara keseluruhan.[45]
Stanley dalam Oemar Hamalik menyebutkan fungsi evaluasi/
tes dalam pembelajaran kedalam 3 (tiga) kategori fungsi yang saling
berinterelasi yaitu fungsi instruksional, fungsi administratif dan fungsi
bimbingan.[46] Pertama. Fungsi intruksional; (1) Proses konstruksi suatu evaluasi/ tes
merangsang untuk menjelaskan dan merumuskan kembali tujuan pembelajaran
(kompetensi dasar) yang bermakna. Jika terlibat secara aktif dalam perumusan
tujuan pembelajaran (kompetensi dasar dan indikator), maka terdorong untuk
memperbaiki program pengalaman belajar bagi peserta didik, di samping
memperbaiki alat evaluasi itu sendiri. Kompetensi dasar dan indikator yang
telah dirumuskan bermakna, sehingga memperkaya berbagai pengalaman belajar; (2)
Memberikan umpan balik. Umpan balik yang bersumber dari hasil evaluasi/ tes dan
membantu untuk memberikan bimbingan yang lebih bermakna. Evaluasi/ tes
dirancang dengan baik, dijadikan alat untuk mendiagnosis dan meneliti kelemahan
yang dirasakannya; (3) Evaluasi/ tes dikonstruksi secara cermat dapat
memotivasi peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pada umumnya setiap
peserta didik ingin berhasil dengan baik dalam setiap tes yang ditempuhnya,
bahkan ingin lebih baik dari teman-teman sekelasnya. Keinginan ini mendorong
dan memotivasi belajar lebih baik dan teliti; (4) Ulangan adalah alat yang bermakna
dalam rangka penguasaan atau pemantapan belajar (overlearning). Ulangan
ini dilaksanakan dalam bentuk review, latihan, pengembangan
keterampilan dan konsep-konsep. Pemantapan, penguasaan dan pengembangan
ingatan (retention) lebih baik jika dilakukan ulangan secara
periodik dan kontinu. Kendatipun peserta didik dapat menjawab semua pertanyaan
dalam tes, tetapi ulangan ini tetap besar manfaatnya, karena penguasaan materi
pelajaran bertambah mantap.
Kedua. Fungsi administrative; (1) Evaluasi/ tes merupakan suatu
mekanisme untuk mengontrol kualitas suatu sekolah atau suatu sistem sekolah.
Norma-norma lokal maupun norma-norma nasional menjadi dasar untuk melihat untuk
menilai keampuhan dan kelemahan kurikuler sekolah, apalagi jika daerah setempat
tidak memiliki alat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan evaluasi secara
periodic; (2) Evaluasi/ tes berguna untuk mengevaluasi program dan melakukan
penelitian. Keberhasilan suatu program inovasi dapat dilihat setelah diadakan
pengukuran terhadap hasil program sesuai dengan tujuan khusus yang telah
ditetapkan. Percobaan metode mengajar untuk menemukan teknik belajar efektif
dan efisien bagi para peserta didik, baru dapat dilaksanakan setelah diadakan
serangkaian kegiatan eksperimen, selanjutnya dapat diukur keberhasilannya
dengan tes; (3) Evaluasi/ tes dapat meningkatkan kualitas hasil seleksi.
Seleksi sering dilakukan untuk menentukan bakat peserta didik dan kemungkinan
berhasil dalam studinya pada suatu lembaga pendidikan. Apakah seorang calon
memilih keterampilan dalam mengemban tugas tertentu, apakah peserta didik
tergolong anak terbelakang, dan sebagainya. Hasil seleksi sering digunakan
untuk menempatkan dan mengklasifikasikan peserta didik dalam rangka program
bimbingan. Anda juga dapat menggunakan hasil tes untuk menentukan apakah
peserta didik perlu dibimbing, dilatih, diobati, dandiajari; (4) Evaluasi/ tes
berguna sebagai alat untuk melakukan akreditasi, penguasaan (mastery),
dan sertifikasi. Tes dapat dipergunakan untuk mengukur kompetensi seorang
lulusan. Misalnya, seorang calon guru sudah dapat dikatakan memiliki kompetensi
yang diharapkan setelah dia mampu mendemonstrasikan kemampuannya di dalam
kelas. Untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, kemudian memberikan
sertifikat, diperlukan pengukuran dengan alat tertentu, yaitu tes.
Ketiga. Fungsi bimbingan. Evaluasi/ tes menjadi sangat penting untuk
mendiagnosa bakat-bakat khusus dan kemampuan (ability), bakat skolastik, prestasi, minat, dan kepribadian
merupakan aspek penting yang harus mendapatkan perhatian dalam proses
bimbingan. Informasi dari hasil evaluasi/ tes standar dapat membantu kegiatan
bimbingan dan seleksi kepada sekolah yang lebih tinggi, memilih jurusan/
program studi, mengetahui kemampuan. Untuk memperoleh informasi yang lengkap
sesuai dengan kebutuhan bimbingan, maka diperlukan alat ukur yang memadai
seperti evaluasi dan tes.
Prinsip Evaluasi Pendidikan
Depdiknas
mengemukakan prinsip-prinsip umum evaluasi/ penilaian adalah mengukur
hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan
kompetensi serta tujuan pembelajaran; mengukur sampel tingkah laku yang representatif
dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran; mencakup
jenis-jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar
yang diinginkan; direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang
digunakan secara khusus; dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan
harus ditafsirkan secara hati-hati; dan dipakai untuk memperbaiki proses dan
hasil belajar.
Untuk memperoleh hasil evaluasi
yang lebih baik, Anda harus memperhatikan prinsip-prinsip umum evaluasi sebagai
berikut: (1) Kontinuitas. Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental,
karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab
itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi yang
diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada
waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti
tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak
dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari
dimensi input; (2) Komprehensif. Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek,
Anda harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika
objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta
didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun
psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain; (3) Adil dan
objektif. Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih
kasih. Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Anda
juga hendaknya bertindak secara objektif, sesuai dengan kemampuan peserta
didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka
yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan
(data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa; (4)
Kooperatif. Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua
pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk
dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa
puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai; (5)
Praktis. Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang
menyusun alat evaluasi maupun orang lain menggunakan alat tersebut. Untuk itu,
Anda harus memperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.
Ruang Lingkup Evaluasi Pendidikan
Untuk memahami ruang
lingkup evaluasi pembelajaran mencakup semua aspek pembelajaran, baik dalam
domain kognitif, afektif maupun psikomotor. jauh tentang klasifikasi domain
hasil belajar, Anda dapat mengikuti pendapat yang dikemukakan Benyamin S.Bloom,
dkk., yang mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu domain
kognitif, doman afektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif merupakan
domain yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan
intelektual. Domain afektif adalah domain yang berkaitan dengan pengembangan
perasaan, sikap, nilai dan emosi, sedangkan domain psikomotor berkaitan dengan
kegiatan keterampilan motorik.[47]
Pertama. Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang
kemampuan, yaitu: (1) Pengetahuan (knowledge), yaitu
jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau
mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau
dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya:
mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar,
mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan, dan memilih; (2)
Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang
materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi
tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengubah, mempertahankan,
membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh,
meramalkan, dan meningkatkan; (3) Penerapan (application), yaitu
jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum,
tata cara ataupun metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan
konkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengubah,
menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti,
menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan,
menggunakan; (4) Analisis (analysis), yaitu
jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi
atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya.
Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis
hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengurai, membuat diagram,
memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan,
merinci; (5) Sintesis (synthesis), yaitu
jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang
baru dengan teknik menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat
berupa tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan diantaranya: menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi, menghimpun,
menciptakan, merencanakan, merekonstruksikan, menyusun, membangkitkan,
mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan; (6) Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau
konsep berdasarkan kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah
menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik mampu mengembangkan
kriteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan diantaranya: menilai, membandingkan, mempertentangkan,
mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong,
menafsirkan, menduga.
Kedua, domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang
menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi
sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi
bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain
afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu: (1) Kemauan
menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu.
Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan
memperhatikan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya:
menanyakan, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh,
menjawab, menggunakan; (2) Kemauan menanggapi/ menjawab (responding), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi
terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk
menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan diantaranya: menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi
nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan,
menuliskan, memberitahu, mendiskusikan; (3) Menilai (valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu
secara konsisten. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya:
melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, dan memilih;
(3) Organisasi (organization), yaitu jenjang
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang
berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengubah, mengatur,
menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan,
memodifikasi.
Ketiga, domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan
peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai
dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola
gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang
digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing, yaitu: (1) Muscular or motor skill, yang meliputi: mempertontonkan
gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, menampilkan; (2) Manipulations of materials or objects, yang meliputi:
mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk; (3) Neuromuscular coordination, yang meliputi : mengamati,
menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik
dan menggunakan.
Manfaat Evaluasi Pendidikan
Evaluasi adalah
kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; termasuk mencari
informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi,
prosedur, serta alternative strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.[48] Stufflebeam mengatakan
bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian
informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan[49]
Pertama, Manfaat Evaluasi Program; 1) Evaluasi program merupakan langkah
awal dari proses akreditasi dan validasi lembaga dapat pula diartikan sebagai
kegiatan supervisi memiliki arti sebagai upaya melakukan peninjauan untuk
memberikan pembinaan. Jadi, evaluasi program adalah langkah awal dalam
supervisi yakni yang dilakukan adalah mengumpulkan data yang tepat yang
kemudian dapat ditinjau dan diberikan pembinaan yang tepat pula. Selain itu,
evaluasi program juga dapat diartikan untuk melakukan validasi lembaga dan
akreditasi. Jadi, evaluasi program tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam
pengertian khusus tertuju kepada lembaga secara keseluruhan. Manfaat dari
evaluasi program dilihat dari aspek umum dan aspek khususnya: secara umum
manfaat evaluasi program adalah kegiatan sebagai realisasi suatu kebijakan;
sedangkan khusus, manfaat evaluasi program bagi lembaga untuk meningkatkan
pogram dalam mencapai tujuan, Sebagai pertanggung jawaban atas tugas kepada
stakeholder, pimpinan, sponsor. Dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil
keputusan bahwa program perlu dilanjutkan, program perlu dilanjutkan, ditambah
dananya karena merasa perlu, anggaran dikurangi karena kurang manfaatnya. Atau
program dihentikan sama sekali karena menimbulkan dampak negative; 2)
Meningkatkan kualitas dan komponen-komponen Program, sementara secara
lebih khususnya lagi evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang
terkait.
Kedua, Dampak Evaluasi Program. Setiap kegiatan atau program dijalankan
tidak selalu mulus pasti dilakukan evaluasi kembali untuk menindaklanjuti
apakah program tersebut berjalan sesuai perencanaan atau tidak. Setelah
perumusan evaluasi yang selanjutnya diaplikasikan kembali untuk melihat
keberhasilan dari evaluasi apakah berdampak semakin baik atau semakin menurun. Adapun
tindakan yang dapat kita lakukan ketika mengetahui dampak evaluasi, yaitu: 1)
menghentikan program, hal ini dilakukan jika program tersebut tidak ada
manfaatnya atau tidak terlaksana sebagaimana yg telah diharapkan; 2)
merevisi program, hal ini dilakukan karena ada bagian-bagian yang kurang
sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit); 3)
melanjutkan program, hal ini dilakukan karena pelaksanaan program
menunjukkan bahwa segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan harapan dan
memberikan hasil yang bermanfaat; dan 4) menyebarluaskan program
(melaksanakan program ditempat-tempat lain atau mengulangi lagi program dilain
waktu), karena program tersebut berlangsung sangat baik maka sangat baik jika
dilaksanakan lagi ditempat dan waktu lain.
Rossi dan freeman,
1985 menyebutkan dampak sebuah evaluasi dalam mengukur taraf atau tingkat ketercapaian
sebuah program serta menyebabkan perubahan seseorang dalam kehidupan
selanjutnya.[50]
Menurut US Environmental Protection Agency mengartikan evaluasi dampak merupakan
sebuah bentuk evaluasi yang mengukur akibat dari sebuah program dengan
membandingkan outcome yang
dihasilkan dengan taksiran awal yang terjadi, jika tidak mengikuti program
ini.[51] Sedangkan World Bank’s
Independent Evaluation Group (IEG) mendefinisikan evaluasi dampak merupakan
suatu identifikasi sistematik tentang efek positif atau efek negatif,
diharapkan atau tidak dari seseorang dalam rumahtangga, institusi dan
lingkungan yang disebabkan oleh sebuah aktivitas program atau project yang diberikan sebelumnya.[52] Bertujuan mengukur akibat
jangka panjang setelah seseorang menjalankan aktivitas program tertentu, baik
yang berada dalam lingkungan rumahtangga, institusi, dan masyarakat. Sehingga
ada penyediaan fitback membantu
memperbaiki desain sebuah program atau kebijakan.
Kaitan dengan bidang
pendidikan evaluasi dampak ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan sebuah system atau proses pendidikan yang telah dilakukan oleh
seseorang dalam sekolah atau institusi tertentu yang lebih dititik beratkan
pada tingkat keberhasilan outcome dalam
masyarakat. Tingkat keberhasilan outcome
ini mencakup berbagai hal, baik dari aspek perilaku maupun pengaplikasian ilmu
yang didapat ketika menjalani program pendidikan. Evaluasi ini secara umum
diharapkan mampu memberi masukan tentang program pendidikan yang sudah ada baik
dari sisi kelebihan maupun kekurangannya ketika sudah berada dalam kehidupan
masyarakat yang sebenarnya. Dengan kata lain, dengan evaluasi ini diharapkan
mampu meningkatkan akuntabilitas, sebagai pembelajaran yang dinamis, memberi
kesempatan kepada pembuat keputusan untuk memperbaiki program pendidikan yang
sedang berjalan dan pada akhirnya membantu pengalokasian anggaran yang lebih
baik
Model-model Evaluasi
Pendidikan
Menurut Sukardi model evaluasi muncul karena adannya usaha eksplanasi
secara kontinu dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk
berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak
pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni.[53] Model evaluasi yang dikenal dan digunakan untuk mengevaluasi di
bidang pendidikan sebagai berikut:
Pertama, Model
CIPP (Context, input, process, product). Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai
kebutuhan, masalah, asset dan peluang guna membantu pembuat kebijakan
menetapkan tujuan dan prioritas. Serta membantu kelompok mengguna lainya untuk
mengetahui tujuan, peluang dan hasinya. Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternative pendekatan, rencana
tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi
kebutuhan kelompok sasarn serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini
berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan,
alokasi sumber daya, pelaksana dan jadual kegiatan yang sesuai bagi
kelangsungan program. Evalusi proses (process)
ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna
membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian dapat membantu
kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui program kerja dan memperkirakan
hasilnya. Evaluasi hasil (product)
dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai hasil yang
dicapai-yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang,
baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran
program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi
kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi kedalam penilaian
terhadap dampak, efektivitas, keberlanjutan, dan daya adaptasi.[54]
Kedua. Model
Kesenjangan. Evaluasi model kesenjangan (discrepancy
model) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program
tersebut. Baku adalah criteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil
pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program
pendidikan meliputi: (1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan
program; (2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan diperoleh
dengan yang benar-benar direalisasikan; (3) Kesenjangan antara status
kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan; (4) Kesenjangan tujuan; (5) Kesenjangan mengenai bagian
program yang dapat diubah. (6) Kesenjangan dalam system yang tidak
konsisten.[55]
Ketiga. Model Evaluasi
Formatif Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengadakan
penyesuaian didalam kegiatan pendidikan begitu muncul kebutuhan, entah
penyesuaian tersebut berkaitan dengan personal, materi, fasilitas atau
berkaitan dengan objektif pembelajaran, atau bahkan dengan sikap diri sendiri. Lingkup
evaluasi formatif pada umumnya dibatasi oleh luas serta jangka waktu suatu
pengalaman belajar. Misalnya dikelas atau saat lokakarya tetapi harus cukup
rinci memasukkan sebanyak mungkin aspek pengalaman belajar sementara
pembelajaran berjalan. Perilaku peserta didik, perilaku pengajar, interaksi
pengajar-peserta didik, tanggapan peserta didik terhadap materi, dan metode
pengajaran sera karakteristik lingkungan, semuanya merupakan aspek dari
pengalaman belajar di dalam lingkup evaluasi formatif (proses).[56] Sedangkan
menurut Sukardi (2008) Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi
yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat
perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi
formatif merupakan evaluasi yang dilakukan evaluator untuk memperbaiki proses
pembelajaran yang telah diterapkan.[57]
Keempat. Model evaluasi
Sumatif (Hasil). Tujuan dari evaluasi sumatif adalah menentukan efek atau hasil
dari upaya pengajaran. Tujuannya adalah menjumlahkan kegiatan yang
terjadi sebagai hasil pendidikan. Evaluasi sumatif (hasil) mengukur
perubahan yang terjadi akibat dari pembelajaran dan pengajaran. Lingkup
evaluasi hasil sebagian tergantung pada perubahan yang di ukur yang pada
gilirannya bergantung pada objektif yang sudah ditetapkan bagi kegiatan
pendidikan itu. Evaluasi sumatif (hasil) berfokus pada jangka waktu yang lebih
panjang. Evaluasi sumatif (hasil) lebih banyak membutuhkan keahlian untuk
mengembangkan strategi pengukuran dan pengumpulan data, lebih banyak waktu
untuk melakukan evaluasi, memerlukan pengetahuan tentang penyusunan data dasar
dan kemampuan untuk melakukan perbandinga data yang dapat dipercaya dan valid
setelah pengalaman belajar terjadi.[58]
Evaluasi sumatif ini banyak dilakukan dilembaga pendidikan
formal maupun pendidikan dan latihan (Diklat) yang dibiayai oleh sponsor.
Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
proses pembelajaran. Evaluasi yang diperoleh dari hasil evaluasi sumatif, oleh
para evaluator, kemdian secepatnya dianalisis guna menentukan posisi siswa
dalam materi penguasaan materi pembelajarannya.[59]
Kelima. Model Pengukuran.
Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua didalam
sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal didalam evaluasi pendidikan. Sesuai
dengan namanya model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran
didalam proses evaluasi pendidikan. Pengukuran menurut model ini tidak dapat
dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah ini menentukan
besarnya (magnitude) objek, orang
ataupun peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam unit-unit
ukuran tertentu.
Dalam bidang pendidikan model ini telah diterapkan dalam proses
evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun
kelompok dalam hal kemampuan, minat, sikap maupun kepribadian. Dalam
hubungan dengan evaluasi program pendidikan di sekolah. Model ini
menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada
masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes.[60] Hasil belajar
yang dijadikan objek evaluasi disini terutama adalah hasil belajar dalam bidang
pengetahuan (kognitif) yangmencakup berbagai tingkat pengetahuan seperti
kemampuan ingatan, pemahaman aplikasi dan sebagainya, yang evaluasinya dapat
dilakukan secara kuantitatif-objektif dengan menggunakan prosedur yang
distandarisasikan. Sehubungan dengan itu alat evaluasi yang lazim digunakan
didalam model evaluasi ini adalah tes tertulis atau paper-and-pancil test. Secara lebih khusus lagi
bentuk tes biasanya digunakan adalah bentuk tes objektif, yang soalnya berupa
pilihan ganda, menjodohkan, benar salah dan semacamnya.[61] Beberapa ciri
dari model pengukuran adalah: (1) Mengutamakan pengukuran dalam proses
evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang bisa diterapkan pada berbagai
bidang termasuk pendidikan; (2) Evaluasi adalah pengukuran berbagai
tingkah laku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena
tujuannya adalah untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat sangat diperhatikan
tingkat kesukaran dan daya pembeda pada masing-masing butir, serta dikembangkan
acuan norma kelompok yang menggambarkan kedudukan siswa dalam kelompok;
(3) Ruang lingkup adalah hasil belajar asoek kognitif; (4) Alat evaluasi
yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif; (5) Meniru model
evaluasi dalam ilmu alam yang menggunakan objektifitas. Oleh karena itu model
ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan dilakukan
dengan mencobakan kepada sampel yang cukup besar untuk melihat validitas daan
reliabelitasnya.[62]
Keenam. Goal oriented evaluastion. Tyler
menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses yang didalamnya terdapat tiga hal
yang perlu dibedakan, yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan evaluasi
hasil belajar. Evaluasi pada dasarnya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
mengenai efektifitas kurikulum atau program pengajaran yang bersangkutan dalam
mencapai tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan itu mencerminkan
perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak didik, maka yang paling
penting dari proses evaluasi adalah memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan
perilaku yang diinginkan itu terjadi.[63]
Menurut model ini evaluasi tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian antara tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil
belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepetingan
penyempurnaan program, bimbingan siswa dan pemberian informasi kepada
pihak-pihak luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai. Langkah-langkah
evaluasi yang perlu ditempuh didalam proses evaluasi menurut model yang kedua
ini Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu: (1) Merumuskan atau
mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Karena evaluasi diadakan untuk memeriksa
sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu sudah dapat dicapai, perlu
masisng-maing itu diperjelas rumusannya sehingga memberikan arah yang lebih
tegas didalam proses perencanaan evaaluasi yang dilakukan; (2) Menetapkan test situation yang diperlukan. Dalam langkah ini
ditetapkan jenis-jenis evaluasi yang memungkinkan para siswa untuk
memperlihatkan perilaku yang dinilai tersebut. Situasi-situasi yang dimaksudkan
dapat berbentuk demonstrasi, memecahkan persoalan-persolan tertulis memimpin
kegiatan kelompok dan sebagainya; (3) Menyusun alat evaluasi. Berdasarkan
rumusan tujuan dan test situation yang telah
dikembangkan dalam langkah-langkah sebelumnya kini dapat ditetapkan dan disusun
alat-alat evaluasi yang cocok untuk digunakan dalam menilai jenis-jenis
perilaku yang tergambar dalam tujuan tersebut; (4) Menggunakan hasil
evaluasi. Setelah tes dilaksanakan hasilnya diolah sedemikian rupa agar dapat
memenuhi tujuan diadakannya evaluasi tersebut, baik untuk kepentingan bimbingan
siswa maun untuk perbaikan program.
Karena setiap program pendidikan menyangkut tujuan yang hendak
dicapai, akan lebih tepat jika hasil evaluasi tidak dinyatakan dalam bentuk
keseluruhan test tapi dalam bentuk hasil bagian demi bagian dari test
yang bersangkutan sehingga terlihat bagian-bagian mana dari program pendidikan
yang masih perlu disempurnakan karena belum berhasi mencapai tujuannya.[64]
Ketujuh. Model Evaluasi
Sistem Pendidikan. Model evaluasi system pendidikan bertitik tolak darri pandangan
bahwa keberhasilan suatu program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
cirri anak didik maupun lingkungan sekitarnya, tujuan program dan peralatan
yang dipakai, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evalausi
model ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program
yang sedang dikembangkan dengan sejumlah criteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada suatu deskripsi dan jajmen mengenai program yang dinilai tersebut.
Ada beberapa hal di dalam isi pandangan di atas yang perlu
digaris bawahi dan diuraikan lebih lanjut mengingat pentingnya hal-hal tersebut
didalam konteks konsep evaluasi yang dianut oleh model ini; (1) Dengan
mengungkapkan berbagai dimensi program model ini menekankan pada pentingnya
program sebagai suatu keseluruhan yang dijadikan objek evaluasi , tanpa
membatasi hanya pada aspek hasil yang dicapai saja; (2) Perbandingan antara
program performance dankriteria juga merupakan salah satu inti yang penting
dalam konsep evaluasi menurut model ini. Hal penting disini adalah bahwa setiap
dimensi program pendidikan yang sedang dikembangkan itu perlu ditetapkan dengan
tegas criteria yang dijadikan ukuran dalam menilai performance dalam
maing-masing dimensi tersebut. Kelemahan Stufflebeam (1972) adalah kurang
jelasnya criteria yang digunakan sebagai dasar didalam mengadakan evaluasi
tersebut; (3) Model ini berpandangan bahwa model evaluasi tidak hanya berakhir
pada suatu deskripsi tentang keadaan program yang telah dinilainya, melainkan
harus sampai pada suatu Judgment baik-buruknya, efektif-tidaknya program
pendidikanyang bersangkutan.[65]
Kedelapan. Discrepancy. Maksudkan
ketidaksesuaian (bukan kesenjangan, atau perbedaan, memang perbedaan, tetapi
berbeda maknanya). Maksudkan adalah ketidaksesuaian, ketidakselarasan antara
dua hal yang seharusnya, idealnya, harapannya, (A discrepancy exists
between things which ought to be the same). Sinonimnya incongruity, disagreement, discordance, contrariety, variance.
Objek sasaran evaluasi
program (lembaga pendidikan) dengan menggunakan model dicrepancy Provus itu ada
5 (lima) aspek, yaitu sebagai berikut; (1) Design (rancangan; program design).
Yang dimaksud adalah ranncangan kegiatan atau program kerja. Oleh karena itu
ada yang menyebutnya dengan program
definition (penetapan program). Yang dievaluasi mengenainya
adalah ada tidaknya unsur input, proses, dan output (sesuatu itu–lahan,
personil, sarana prasarana, sumber daya–sekarang berkeadaan seperti mau
diproses dengan diteliti-evaluasi, kemudian kekomprehensifan dan kosistensi
(keselarasan) internal rancangan tersebut; (2) Installation (program
installation; penyediaan perangkat-perlengkapan yang dibutuhkan
program). Agar program bisa dilaksanakan, lembaga pembuat program itu tentu
harus menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukungnya. Jadi, yang
dievaluasi adalah ketepatan berbagai
sumber daya, perangkat dan perlengkapan yang tersedia untuk pelaksanaan
program. Jika diprogramkan meningkatkan kemampuan mahasiswa mengajar, misalnya,
apakah sudah “disiapkan” tempat latihan mengajar yang baik; (3) Process (program process).
Yang dimaksud adalah proses pelaksanaan program. Di dalamnya termasuk kepemimpinan
dan penugasan-penugasan (instruction).
Yang dievaluasi adalah keterkaitan (kegayutan) antara sesuatu yang diubah,
dibangun, dikembangkan dsb. Dengan kegiatan (proses) untuk mengubah, membangun,
mengembangkannya. Jika diharapkan sekian orang staf bisa studi lanjut, maka
proses yang gayut adalah “menyiapkan” mereka untuk bisa studi lanjut, misalnya
meningkatkan kemampuan bahasa Ingggris, meningkatkan penguasaan metodologi
penelitian dan penulisan karya ilmiah, bukan menugaskan studi lanjut; (4) Product (program product,
hasil program). Yang dievaluasi adalah efektivitas desain atau rancangan
program; tegasnya apakah tujuan atau target program bisa tercapai; (5) Cost (biaya, pengeluaran).
Yang dimaksud adalah implikasi (kemanfaatan) sosial politik ekonomi yang
diharapkan bisa tergapai dari pelaksanaan program tersebut. Untuk setiap
tahapan (stage) tersebut ada
standar kriteria tertentu yang telah ditetapkan untuk mengevaluasinya.
Mengevaluasinya, dengan demikian, secara sederhana hanya dengan membandingkan
yang nyata terjadi dengan standarnya (ada ketidaksesuaian, diskrepansi, ataukah
tidak).
Kesembilan. Model Evaluasi
CSE-UCLA. Seperti halnya model yang lain model ini dikembangkan oleh ahli
yaitu Alkin, model ini cukup sering digunakan dalam pengevaluasian yang
mempunyai ciri dan perbedaan tersendiri. CSE-UCLA evaluation model merupakan singkatan dari CSE singkatan
dari center for the study of evaluation, sedangkan UCLA merupakan
singkatan dari University of
California in los angeles. Ciri CSE-UCLA Evaluatiaon Model adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu
perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes dalam
Arikunto dan Jabar (2010: 44) mengatakan tentang CSE-UCLA dibagi menjadi empat
tahap; (1) CSE model: Needs Assessment. Dalam tahap ini
evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah. Pertanyaan yang
diajukan: (a) Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan
keberadaan program, (b) Kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan keberadaan
program, (c) Tujuan jangka panjang apakah yang dapat dicapai melalui program
ini; (2) CSE model: Program Plening. Dalam tahap
kedua ini evaluator mengumpulakan data yang terkait langsung dengan
pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah di
identifikasi pada tahap kesatu. Dalam tahap perencanaan ini program
pembelajaran dievaluasi dengan cermat untuk mengetahui apakah rencana pembelajaran
telah disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini
tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan; (3) CSE model: Formative
Evaluation. Dalam tahap ketiga ini evaluator memusatkan perhatian
pada keterlaksanaan program. Dengan demikian evaluator diharapkan betul-betul
terlibat dalam pengembangan program karena harus mengumpulkan data dan informasi
dari program pengembang; (4) CSE
model: Summative Evaluation. Dalam tahap keempat
ini yaitu evaluasi sumativ, para evaluator diharapkan dapat mengumpulkan
semua data tentang hasil dan dampak dari program, melalui evaluasi sumatif ini,
diharpakan diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah
tercapai, dan jika belum dicari bagian mana yang belum dan penyebabnya.[66]
Kesepuluh. Model Responsif Evaluation.
Model Evaluasi
Responsif dikembangkan pada tahun 1975 oleh Robert Stake. Evaluasi ini dikenal
evaluasi yang berpusat pada klien. Menurut Stake, Evaluasi disebut respon jika
memenuhi tiga kriteria yaitu; (1) Lebih berorientasi pada secara langsung
kepada aktivitas program daripada tujuan program; (2) Merespons kepada
persyaratan kebutuhan informasi dari audiens; dan (3) Perspektif nilai-nilai
yang berbeda dari orang-orang dilayani dilaporkan dalam kesuksesan dan
kegagalan dari program.
Model Evaluasi
Responsif seperti; (1) Evaluator mengidentifikasi jenis dan jumlah setiap
pemangku kepentingan (respondent).
Jika jenisnya terlalu banyak, maka harus diranking berdasarkan pentingnya
setiap pemangku kepentingan bagi program. Evaluasi mengalami keterbatasan
sumber dan waktu pelaksanaan evaluasi. Misalnya, dari identifikasi ditemukan 10
jenis pemangku kepentingan yang harus direspons. Dari 10 jenis itu diambil 4
jenis pertama dalam ranking. Dari 4 jenis pemangku kepentingan tersebut
kemudian diidentifikasi jumlah setiap pemangku kepentingan. Dari jumlah
tersebut kemudian ditarik sampel masing-masing pemangku kepentingan secara
proporsional; (2) Melakukan dengar pendapat dengan pemangku kepentingan;
(3) Menyusun proposal evaluasi; (4) Melaksanakan evaluasi; (5) Membahas
hasil evaluasi dengan para pemangku kepentingan; (6) Pemanfaatan hasil
evaluasi.
Kesebelas. Goal Free Evaluation. Model evaluasi
yang dikembangkan oleh Scriven. Scriven mengemukakan dalam melaksanakan
evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan yang menjadi tujuan
program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah kerjanya
(kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan
yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan)
maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).[67] Evaluasi model Goal Free Evaluation, fokus pada adanya
perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang
diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang
tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi
juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis.
Tujuan
program goal free evaluation tidak
perlu diperhatikan karena kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati
tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya
terpenuhi dalam penampilan tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh mana
masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan terakhir yang diharapkan
oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak
bermanfaat. Dapat disimpulkan bahwa, dalam model ini bukan berarti lepas dari
tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan
tujuan umum yang dicapai oleh program, bukan secara rinci perkomponen yang ada.
Scriven menekankan
bahwa evaluasi itu adalah interpretasi judgement
ataupun explanation dan evaluator yang merupakan pengambil
keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Ciri-ciri evaluasi bebas tujuan yaitu:
(1) Evaluator sengaja
menghindar untuk mengetahui tujuan program; (2) Tujuan yang telah dirumuskan
terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkanfokus evaluasi; (3) Evaluasi Bebas
Tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan;
(4) Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal
mungkin; (5) Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak
diramalkan, mungkin lebih baik, jika evaluasi yang berorientasi pada tujuan dan
evaluasi bebas tujuan dikawinkan, karena mereka akan saling mengisi dan
melengkapi. Evaluator internal biasanya melakukan evaluasi yang berorientasi
pada tujuan, karena sulit menghindar atau mau tidak mau mengetahui tujuan
program, tidak pantas jika ia tidak acuh. Manajer progam jelas ingin mengetahui
sampai seberapa jauh progam telah dicapai, dan evaluator internal dan harus
menyediakan informasi untuk manajernya.
Dengan demikian, setiap program memiliki tujuan yang hendak dicapai, maka
lebih tepat jika model evaluasi disesuaikan dengan konten dan tema
masing-masing sesuai tujuan yang hendak dicapai, sehingga hasil evaluasi terlihat bagian
program yang masih perlu disempurnakan karena belum berhasi mencapai tujuannya. Barokallah.
[2]Moh.
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi
Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2000), h. 240-241
[3]Djemari Mardapi. (2000). Evaluasi
pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional tanggal 19 –
23 September 2000 di Universitas Negeri Jakarta, h. 9
[4]D. Sharon, dkk.. Principles of Analysis Chemistry. (New York: Harcourt Brace College
Publisher1982), h. 17
[5]Fathoni, Toto dan Cepi Riyana, 2009, Komponen-komponen Pembelajaran, dalam Kurikulu dan Pembelajaran,(Bandung:
Jurusan Kurtepen FIP UPI, 2009), h. 165
[6]De Angelo, L.E., Accounting Number as
Valuation Subsititutes: A Study of Management Buyout of Accounting Performannce
in Proxy Contest, Journal of Accounting and Economics, 12:3-36, 1986, h. 17
[9]Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Tinjauan Teoritis dan Prkatis Berdasarkan
Pendekatan Indisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 162
[10]Bloom, B.
S., Madaus, G. F., & Hastings, J. T. (1971). Handbook on Formative and
Summative Evaluation of Student Learning. New York: McGraw-Hill.
[11]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J.
Shinkfield. Evaluation Theory, Models and
Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[12]Cronbach, L.J. 1963. Course
improvement through evaluation. Teachers
College Record, 64,
672–683.
[15]Arikunto, Suharsimi. Dasar-DasarEvaluasiPendidikan. (Jakarta: BumiAksara, 1993.)
[17]Calongesi, J.S. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa.(Bandung: ITB, 1995)
[18]Echols, John M. dan Hassan Shadily.
2005. Kamus Inggris Indonesia: An
English – Indonesian Dictionary. (Jakarta: PT Gramedia, 2005)
[19]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J.
Shinkfield. Evaluation Theory, Models and
Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[20]Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment
and Portofolio Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University.
[25]Alwasilah, et al. (1996). Glossary of
educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture
[31]Arikunto, Suharsimi. (2012).
Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 29
[34]Creswell, John.W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (California:
Sage Publication, 1994)
[35]Brinkerhoff, R.O. et al., Program Evaluation: A. Practitiner’s Guide for
Trainers and Educators, Fourth Printing. (Massachu Sett: Kluwer- Nijhoff
Publishing, 1986)
[36]Creswell, John.W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (California:
Sage Publication, 1994)
[38]Creswell, John.W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (California:
Sage Publication, 1994)
[41]Swearingen, Pamela L. All-in-One Nursing Care Planning Resource:
Medical-Surgical, Pediatric, Maternity, and Psychiatric-Mental Health (4thed).
(Canada: Elsevier, 2016)
[42]Sax, Gilbert, 1980, Principles of Educational and Psychological
Measurement and Evaluation (2nd edition), California: Wadsworth
Publishing Compani)
[43]Chittenden, F., Hall, G dan Hutchinson,
P. 1996. Small firm growth, access to
capital markets and finance structure: review of issues and empirical investigation,
Small Business Economic, Vol. 8 No. 1: 59-67.
[44]Cronbach, L.J. 1963. Course
improvement through evaluation. Teachers
College Record, 64,
672–683, h. 236
[45]Scriven, M. (1967) The Methodology of
Evaluation, dalam Perspective of Curriculum Evaluation, AERA l (ed.Tyler,
R.et.al), Chicago: Rand McNally and Company.
[46]Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan,
(Bandung: CV.Mandar Maju, 1989)
[47]Bloom, Benjamin S., etc. Taxonomy of Educational Objectives: The
Classification of Educational Goals, Handbook I Cognitive Domain. (New York:
Longmans, Green and Co, 1956)
[48]Anderson, Benedict and Audrey Kahin,
Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to The Debate, New
York: Cornel University, 1982.
[49]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J.
Shinkfield. Evaluation Theory, Models and
Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[50]Rossi, PH & Freeman, H.E. Evaluation a systematic Approach, (California:
SAGE Publication, 1985)
[54]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J.
Shinkfield. Evaluation Theory, Models and
Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[55]Fernandes, Frans S.. (1988). Hubungan
Internasional dan Peranan Bangsa Indonesia: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta:
P2LPTK.
[56]Bastable,
Susan B. (2002). Perawat
sebagai pendidik (prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran). Jakarta:
EGC
[58]Bastable, Susan B. Perawat sebagai pendidik
(prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran). (Jakarta: EGC,
2002)
[60]Dyer, J. D., And. A. J. Mchugh. 1975.
The Timeliness of the Australian Annual Report. Journal of Accounting Research
(Autumn 1975): 204-19.
[61]Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu).
PT Imperial Bhakti Utama.
[63]Tim Pengembangan Ilmu
Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu
dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT
Imperial Bhakti Utama.
[64]Tim Pengembangan Ilmu
Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu
dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT
Imperial Bhakti Utama.
[65]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan
FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan
Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama.
[67]Scriven, M. (1967) The Methodology of
Evaluation, dalam Perspective of Curriculum Evaluation, AERA l (ed.Tyler,
R.et.al), Chicago: Rand McNally and Company.
Komentar
Posting Komentar