BAHAN AJAR MATA KULIAH EVALUASI KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM


BAHAN AJAR MATA KULIAH EVALUASI KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM  

Dr. Hj. Khairiah, M.Pd

Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata to evaluate berarti menilai. Anas mengemukakan secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni evaluation, dalam bahasa Arab yakni Al-Taqdir, dalam Bahasa Indonesia yakni penilaian.[1] Plato merupakan filosuf pertama yang mengemukakannya. Pembahasan nilai secara khusus di perdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek aksiologinya. Begitu penting kedudukan nilai dalam filsafat sehingga para filosuf meletakkan nilai sebagai muara bagian epistimologi dan antologi filsafat[2] Evaluasi adalah pengumpulan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar.[3] James and Roffe dalam Sharon, dkk berpendapat evaluation is comparing the actual and real with the predicted or promised.[4] Gronlund dalam Toto dan Cepi menyebutkan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan inerpretasi informasi/data untuk menentukan tingkat capaian tujuan.[5] Angelo menyebutkan Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught.[6] (Penilaian untuk mengumpulkan umpan balik, awal dan setelahnya, pada tingkat pembelajaran yang diajarkan). Abudin Nata, evaluasi merupakan menilai hasil akhir dari proses kegiatan.[7] Oemar Hamalik menyebutkan evaluasi sebagai suatu penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan.[8] Arifin menyebutkan evaluasi merupakan cara atau tehnik penilaian.[9]  Bloom et. Al menyebutkan evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa.[10] Stufflebeam menyebutkan evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.[11] Cronbach, evaluasi adalah deskripsi yang jelas atau menunjukan hubungan sebab-akibat tetapi tidak memberikan penilaian.[12] Penilaian adalah usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk bersifat kualitatif. Atau penilaian adalah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh suatu program yang telah dicapai dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya.[13] Rusli Lutan menyebutkan assessment termasuk pelaksanaan tes dan evaluasi.[14] Suharsimi Arikunto penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk bersifat kualitatif.[15] Djemari Mardapi penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.[16] Menurut Cangelosi penilaian adalah keputusan tentang nilai.[17] Dengan demikian evaluasi merupakan penilaian, pengukuran, menggambarkan dan mengumpulkan informasi terhadap sesuatu kegiatan dengan ukuran baik buruk secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk pengambilan kebijakan dan keputusan.

Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan.
Evaluasi merupakan kegiatan mengukur (measurement), menilai (assessment). Evaluasi (evaluation) secara harfiah berasal dari bahasa Inggris berarti penilaian atau penaksiran.[18] Menurut Stufflebeam, dkk evaluasi sebagai The process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives.[19] Evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Kumano menyebutkan evaluasi merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan assesment.[20] Calongesi, menyebutkan evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran.[21] Zainul dan Nasution menyatakan evaluasi sebagai proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.[22] Menurut Suharsimi Arikunto mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif, menilaia adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk yang bersifat kualitatif, sedangkan mengadakan evaluasi adalah meliputi kegiatan mengukur dan menilai[23]
Pertama, mengukur (measurement), menurut Cangelosi, pengukuran (Measurement) merupakan suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.[24] Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka.[25] Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli.[26] Pengukuran bidang pendidikan maksudnya mengukur atribut atau karakteristik peserta didik. Arikunto dan Jabar menyatakan pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.[27]
Kedua, menilai (assessment), Menilai itu sendiri bararti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, tinggi atau rendah.[28] Menurut Endang Purwanti (2008: 3) Secara umum, asesment dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.[29]
Berdasarkan pengertian di atas evaluasi adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun non tes. Mengukur adalah membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan dan bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan dan bersifat kualitatif.
Perbedaan mengukur, menilai dan evaluasi, sebagai berikut: (1) Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran; (2) Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar; (3) Pengukuran (measurement) merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian.  Sesuai Cangelosi adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.[30]
Subjek evaluasi Suharsimi Arikunto menyebutkan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi.[31] Siapa yang dapat disebut subjek evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku. Contoh: a) Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar atau pencapaian maka sebagai subjek evaluasi adalah guru; b)          Untuk melaksanakan evaluasi sikap yang menggunakan sebuah skala maka sebagai subjeknya dapat meminta petugas yang ditunjuk, dengan didahului oleh suatu latihan melaksanakan evaluasi tersebut; c) Untuk melaksanakan evaluasi terhadap kepribadian di mana menggunakan sebuah alat ukur yang sudah distandardisasikan maka subjeknya adalah ahli-ahli psikologi. Di sampig alatnya yang harus bersifat rahasia, maka subjek evaluasi haruslah seorang yang betul ahli karena jawaban dan tingkah laku orang yang dites harus diinterpretasikan dengan cara tertentu.
Objek atau sasaran evaluasi adalah sesuatu yang memberikan pedoman kepada seseorang untuk menyeleksi kegiatan yang dilakukan. Dalam pendidikan, seperangkat alat evaluasi yang dipunyai mutlak memerlukan objek sebagai sasaran. Tanpa objek, evaluasi tidak dapat diperankan. Karena itu, objek evaluasi menempati posisi yang cukup strategis dalam menunjang tugas guru. Sebab dengan mengetahui objek evaluasi memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu: a) Segi tingkah laku, artinya segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, dan keterampilan siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar; b) Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam proses belajar mengajar; c) Segi yang menyangkut proses mengajar dan belajar itu sendiri. Proses belajar dan mengajar perlu penilaian secara objektif dari guru, sebab baik tidaknya proses mengajar dan belajar menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai siswa.
Ketiga sasaran pokok di atas, menurut Nana Sudjana harus dievaluasi secara menyeluruh, artinya jangan hanya menilai segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus menilai segi perubahan tingkah laku dan proses belajar dan mengajar itu sendiri secara adil.[32] Suharsimi Arikunto mengatakan objek atau sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu penilaian.[33]
Sasaran penilaian untuk unsur-unsurnya meliputi: input, transformasi, dan output. Pertama, Input. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidaknya mencakup 4 hal, antara lain: a) Kemampuan, untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah maka calon siswa harus memiliki kemampuan yang sepadan; b) Kepribadian, adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku; c) Sikap-sikap, sebenarnya, sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar; d) Intelegensi, intelegensi adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam memecahkan masalah.
Kedua, Transformasi. Telah dijelaskan bahwa nampak unsur yang terdapat dalam transformasi yang semuanya dapat menjadi sasaran atau objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain: a) Kurikulum/materi; b) Metode dan cara penilaian; c) Sarana pendidikan/media; d) Guru dan personal lainnya.
Ketiga, Output. Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Kecenderungan yang ada sampai saat ini disekolah adalah bahwa guru hanya menilai prestasi belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja. Aspek psikomotorik, apalagi afektif, sangat langka dijamah oleh guru. Akibatnya, para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan pekerjaan keterampilan, juga tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek afektif ini, jika kita mau introspeksi, telah berakibat merosotnya akhlak para lulusan, yang selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak bangsa.


Pendekatan Evaluasi Program Pendikan
Evaluasi program bertujuan untuk melihat program dirancang, dilaksanakan, dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam program. Pada pelaksanaannya evaluasi program bermaksud mencari informasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran rancangan dan pelaksanaan program. Dalam menjalankan tugasnya, evaluator dapat mengembangkan teknik mengumpulkan informasi sesuai dengan paradigma dan pendekatan masing-masing. Dalam penelitian pendidikan ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan pada penelitian bersifat inkuiri untuk memahami masalah yang timbul berdasarkan pada analisis mendalam terhadap gambaran menyeluruh, data yang rinci dari berbagai informan, dan penelitian dilakukan dalam setting alamiah. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penelitian berbasis pengujian teori yang dibangun sejumlah variabel, melibatkan pengukuran dengan angka, dianalisis dengan uji statistika tertentu untuk mencari kesimpulan hasil penelitian, dapat digeneralisasikan untuk membuktikan teori yang digunakan mengandung kebenaran.[34]
Pertama, evaluasi kuantitatif; (1) Pendekatan kuantitatif, penelitian ini melihat kenyataan sebagai objek berada di luar peneliti. Sehingga hasil pengumpulan data diarahkan kepada nilai objektifitas dan independensi. Peneliti selalu berusaha menghindari pengaruh variable intervening yang diperkirakan mempengaruhi interaksi antar variabel yang diteliti. Sampel yang diteliti dipertimbangkan lebih dahulu dari segi karakteristiknya sehingga sampel tersebut dianggap dapat mewakili populasinya; (2) Pendekatan dalam evaluasi program, ada beberapa pendekatan yang sesuai dengan pendekatan kuantitatif yaitu: pendekatan tujuan (model Goal oriented), pendekatan proses (CIPP, CSE-UCLA, Countenance). Semua jenis evaluasi program yang menggunakan paradigma kuantitatif mempunyai karakteristik ada acuan atau standar dalam melaksanakan evaluasi. Proses evaluasi mempunyai tahap linier tertentu serta selalu memposisikan evaluator berada di luar program, sedang dalam posisi memotret keadaan di dalam program. Hal ini memang dianggap penting bagi evaluator untuk keperluan menjaga objektifitas serta independensi data yang dikumpulkan; (3) Desain evaluasi program desain evaluasi program mencakup suatu proses dan seperangkat rencana atau hasil tertulis.[35]
Desain evaluasi kuantitatif merupakan bentuk rencana melakukan evaluasi meliputi komponen, seperti; focus evaluasi, teknik menjaring data, mengolah data, membuat laporan, dan melakukan review atau peninjauan kembali terhadap semua langkah evaluasi yang telah dilakukan. Desain evaluasi program menggunakan pendekatan kuantitatif, pada prinsipnya mengikuti langkah seperti; peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya dibuat sejumlah pertanyaan hipotetis merujuk pada informasi yang dijaring guna mencapai tujuan evaluasi yang telah ditetapkan. Kemudian ditetapkan pula metodologi mencakup penetapan desain evaluasi, subjek dievaluasi, instrumentasi untuk menjaring data, serta pengolahannya.[36]
Pada pendekatan kuantitatif, karakteristik menonjol adalah pada pertanyaan hipotetik sepadan dengan rumusan masalah pada penelitian kuantitatif, desain menggunakan desain-desain penelitian kuantitaif, subjek penelitian mempertimbangkan metode sampling, dan pengolahan data merujuk pada pembuktian hipotesis menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pengolahan data dipilih teknik yang menyatakan kualitas suatu data dalam bentuk angka-angka dan kemudian diuji dengan menggunakan penghitungan rumus-rumus sesuai pola hubungan antar variabel yang ingin dibuktikan. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan didukung angka-angka. Biasanya evaluator menggunakan angka-angka untuk mempermudah menyatakan, membandingkan, dan mempertinggi akurasi; (4) Prosedur evaluasi program merujuk pada teknik evaluasi program operasional, sehingga mencakup urutan tahap-tahap yang dilakukan. Biasanya operasionalisasi evaluasi program lebih menekankan pada teknik mengumpulkan data yang diperlukan, seberapa banyak informasi harus dikumpulkan, bagaimana pengaturan data yang telah terkumpul, teknik mengolahnya, teknik menampilkan data tersebut kepada pihak yang memerlukan, serta efisiensi dalam mengumpulkan data.
Pendekatan kuantitatif mengutamakan data yang bersifat numeric. Data berupa opini, perilaku, penampilan tidak dinyatakan dalam deskripsi tetapi diolah dahulu menggunakan pengkategorian dan kemudian diberi bobot dalam bentuk angka untuk setiap kategori. Pengumpulan datanya biasanya menggunakan instrument lembar observasi, lembar inventori, tes penguasaan kemampuan tertentu, tes unjuk kerja, self rating, dan lain lain. Semua instrument tersebut biasanya telah ditentukan pedoma pemberian skornya, sehingga nantinya data yang diolah lebih lanjut adalah skor yang berupa angka. Jumlah data juga menjadi sesuatu yang ditekankan pada pendekatan kuantitatif. Jumlah data yang diambil dari populasinya harus mengikuti teknik pengambilan sample tertentu yang didasarkan pada seberapa besar sample tersebut dianggap mewakili populasi agar kesimpulannya bias digeneralisasikan dan berlaku untuk populasi. Semakin besar jumlah sampelnya semakin baik. Perhatian terhadap objektifitas merupakan karakter dari pendekatan kuantitatif. Konsekuensinya instrument yang digunakan sedapat mungkin diketahui validitas dan reliabilitasnya. Dengan mengetahui validitas dan reliabilitas instrument, maka dianggap bahwa situasi saat pengambilan data berlangsung serta personifikasi pengambil data dianggap tidak mempengaruhi data yang dikumpulkan.
Selanjutnya pengolahan data menggambarkan karakteristik pendekatan kuantitatif. Pengolahan data berupa angka ditentukan jenis pertanyaan hipotetik yang ingin dijawab. Jika yang ingin dilihat adalah perbedaan antara satu kelompok data dengan data lainnya maka digunakan pengolahan data statistic t-test, chi-square, dan anova. Jika yang dilihat adalah hubungan antara satu kelompok data dengan kelompok data lainnya, maka digunakan pengolahan data statistic korelasi. Jika yang dilihat adalah luas penyebaran data yang dikumpulkan maka digunakan analisa data dengan mencari standar deviasinya, atau range semi interquartile. Keputusan pengolahan data mana yang dipakai sudah ditentukan sejak awal dan benar dipatuhi semua persyaratannya. Kesimpulan yang dihasilkan biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat yang didukung derajat signifikansi. Dengan teknik seperti ini, baik peneliti maupu evaluator berkeyakinan bahwa kesimpulan yang dibuat bersifat objektif
Kedua, evaluasi kualitatif; (1) Paradigma kualitatif paradigma ini mengandung beberapa kata kunci yaitu: a) focus pada penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; b) bergantung pada peneliti yang bertindak sebagai instrument penjaring data; c) laporannya berbentuk narasi bukan angka; (2) Pendekatan evaluiasi program kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi yang terdokumentasi secara sistematis. Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan evaluasi pada saat program berlangsung. Dengan demikian evaluator dapat mengetahui dan memahami segala hal yang berkaitan dengan program dengan teknik melihat langsung pada saat program sedang berjalan. Teknik ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya dapat dijaring informasinya secara lebih mudah pada saat program berlangsung. Pengumpulan data sebanyak mungkin pada saat beeguna untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti yang menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika ada hal-hal yang menarik perhatian, evaluator dapat melakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan program sehingga atmosfer program dapat tertangkap dengan baik. Hal ini membuat evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam pelaksanaan program, mana yang sulit didapatkan jika pendekatan kuantitatif yang dipakai;
(3) Desain evaluasi program menggunakan pendekatan kualitatif agak berbeda dengan desain penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif, metode pengumpulan data saat proses berlangsung dan dapat mengembangkan datanya sejauh itu masih dalam konteks menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program data yang dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan desain dan sedapat mungkin pada saat pengumpulan informasi tidak terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari titik jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi.[37] Karakteristik lain yang ada pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam konteks penelitian, unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan, analisis data serta teknik menyimpulkan digunakan dalam evaluasi program yang bersifat kualitatif. Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan tentang yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya disepakati dahulu asumsi yang relevan, aturan-aturan dalam pengumpulan informasi serta teknik pengumpulan informasi, pengorganisasian data, analisis data, serta verifikasi data.[38]
Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada posisi evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi tentang suatu program, evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam program, tetapi pada pendekatan kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya.[39] Pendekatan ini menekankan pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang.
Berbeda dengan pendekatan kuantitatif pertanyaan yang menjadi focus evaluasi tidak menggambarkan adanya variable, data yang dikumpulkan akan ditampilkan dalam bentuk natative, tidak terlalu mementingkan metode sampling, dan pengolahan data tidak selalu menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pada pengolahan data dipilih teknik yang lebih banyak menyatakan kualitas interaksi antara satu data dengan data lainnya dalam konteks menggambarkan situasi dan kondisi pada saat fenomena tertentu muncul. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang berbentuk deskripsi sehingga orang dapat melihat suatu gambaran yang utuh tentang suatu program;
(4) Prosedur evaluasi program prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample, mengumpulkan data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan informasi dan keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada teknik untuk mencegah evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused Qualitative Evaluation). Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data tersebut nantinya dianalisis dengan teknik mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam program. Data disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Evaluasi semacam ini biasanya diperlukan pada program-program tentative atau pilot project yang masih ingin dicari kekuatan dan kelemahannya. Hasil evaluasi nentinya digunakan untuk keperluan pengembangan program dengan cakupan yang lebih luas. Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara garis besar adalah: 1) Menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan factor pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program; 2) Menentukan unit analisis yang merujuk kepada individu yang terlibat dalam program (panitia, peserta, penyandang dana, pengguna output program, unsure pendukung program); 3) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara menganalisis data, dan cara menyimpulkan[40]

Tujuan Evaluasi Pendidikan
Tujuan Evaluasi/ penilaian adalah membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, menilai efektifitas dan meningkatkan efektifitas program, menilai dan meningkatkan efektifitas program, menyediakan data dalam membuat keputusan.[41] Tujuan evaluasi secara umum untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi system baik yang menyangkut tentang tujuan, materi, metode, sumber. Sedangkan tujuan khusus evaluasi adalah evaluasi disesuaikan dengan jenis evaluasi itu sendiri seperti evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi dampak, evaluasi efisiensi/ ekonomis, dan evaluasi program komprehensif.
Sax menyebutkan tujuan evaluasi/ penilaian adalah selection, placement, diagnosis and remediation, feedback: norm-referenced and criterion-referenced interpretation, motivation and guidance of learning, program and curriculum improvement: formative and summative evaluations, and theory development.[42]
Evaluasi digunakan di berbagai bidang kegiatan seperti bimbingan dan penyuluhan, supervisi, dan seleksi memiliki tujuan yang berbeda. (1) kegiatan bimbingan bertujuan memperoleh informasi secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik, sehingga dapat diberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya; (2) kegiatan supervisi bertujuan menentukan keadaan suatu situasi pendidikan atau pembelajaran, sehingga dapat diusahakan langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah; (3) kegiatan seleksi bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai peserta didik untuk jenis pekerjaan, jabatan atau pendidikan tertentu.
Chittende menyebutkan tujuan penilaian (assessmentpurpose) adalah keeping track, checking up, finding out, and summing up.[43] (1) Keeping track adalah menelurusi dan melacak proses program sesuai rencana pelaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, diharuskan mengumpulkan data dan informasi dalam kurun waktu tertentu melalui berbagai jenis dan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran dalam pencapaian tujuan; (2) Checking up adalah mengecek ketercapaian program kegiatan yang telah terealisasi dan program yang belum terealisasi; (3) Finding out adalah mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan kesalahan atau kelemahan dalam proses pelaksanaan, sehingga dapat dengan cepat dicarikan alternative solusinya; (4) Summing up adalah menyimpulkan tingkat kemampuan dan penguasaan  program terhadap capaian yang telah ditetapkan dan hasil kesimpulan dapat dijadikan penyusunan laporan kepada pihak yang berkepentingan.

Fungsi Evaluasi Pendidikan
Fungsi utama evaluasi dalam pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat fungsi, yaitu: 1. Fungsi formatif. Maksudnya evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari. 2. Fungsi sumatif. Evaluasi dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas Adan laporan perkembangan belajar siswa serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. 3. Fungsi diagnostis; Evaluasi dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar. 4. Fungsi seleksi dan penempatan; Yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuan.
Dengan mengetahui makna evaluasi/ penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka fungsi evaluasi/ penilaian ada beberapa hal yaitu sebagai berikut: Pertama. Evaluasi/ penilaian  berfungsi selektif. Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai tujuan; 1. Untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu; 2. Untuk memilih siswa yang dapat naik kekelas atau tingkat berikutnya; 3. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa; dan 4. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.
Kedua. Evaluasi/ penilaian berfungsi diagnostik. Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Jadi dengan mengadakan penilaian sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari untuk mengatasi.
Ketiga. Evaluasi/ penilaian berfungsi sebagai penempatan. Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga. Pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
Keempat. Evaluasi/ penilaian berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan. Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelum ini. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
Cronbach menjelaskan evaluation used to improved the course while it is still fluid contributes more to improvement of education than evaluation used to appraise a product already on the market. Maksudnya fungsi evaluasi untuk perbaikan[44] Scriven membedakan fungsi evaluasi menjadi dua yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan dan diarahkan untuk perbaikan program yang sedang dikembangkan, sedangkan fungsi sumatif dihubungkan dengan penyimpulan tentang kebaikan dari sistem progra secara keseluruhan.[45]
Stanley dalam Oemar Hamalik menyebutkan fungsi evaluasi/ tes dalam pembelajaran kedalam 3 (tiga) kategori fungsi yang saling berinterelasi yaitu fungsi instruksional, fungsi administratif dan fungsi bimbingan.[46] Pertama. Fungsi intruksional; (1) Proses konstruksi suatu evaluasi/ tes merangsang untuk menjelaskan dan merumuskan kembali tujuan pembelajaran (kompetensi dasar) yang bermakna. Jika terlibat secara aktif dalam perumusan tujuan pembelajaran (kompetensi dasar dan indikator), maka terdorong untuk memperbaiki program pengalaman belajar bagi peserta didik, di samping memperbaiki alat evaluasi itu sendiri. Kompetensi dasar dan indikator yang telah dirumuskan bermakna, sehingga memperkaya berbagai pengalaman belajar; (2) Memberikan umpan balik. Umpan balik yang bersumber dari hasil evaluasi/ tes dan membantu untuk memberikan bimbingan yang lebih bermakna. Evaluasi/ tes dirancang dengan baik, dijadikan alat untuk mendiagnosis dan meneliti kelemahan yang dirasakannya; (3) Evaluasi/ tes dikonstruksi secara cermat dapat memotivasi peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pada umumnya setiap peserta didik ingin berhasil dengan baik dalam setiap tes yang ditempuhnya, bahkan ingin lebih baik dari teman-teman sekelasnya. Keinginan ini mendorong dan memotivasi belajar lebih baik dan teliti; (4) Ulangan adalah alat yang bermakna dalam rangka penguasaan atau pemantapan belajar (overlearning). Ulangan ini dilaksanakan dalam bentuk review, latihan, pengembangan keterampilan dan konsep-konsep. Pemantapan, penguasaan dan pengembangan ingatan (retention) lebih baik jika dilakukan ulangan secara periodik dan kontinu. Kendatipun peserta didik dapat menjawab semua pertanyaan dalam tes, tetapi ulangan ini tetap besar manfaatnya, karena penguasaan materi pelajaran bertambah mantap.
Kedua. Fungsi administrative; (1) Evaluasi/ tes merupakan suatu mekanisme untuk mengontrol kualitas suatu sekolah atau suatu sistem sekolah. Norma-norma lokal maupun norma-norma nasional menjadi dasar untuk melihat untuk menilai keampuhan dan kelemahan kurikuler sekolah, apalagi jika daerah setempat tidak memiliki alat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan evaluasi secara periodic; (2) Evaluasi/ tes berguna untuk mengevaluasi program dan melakukan penelitian. Keberhasilan suatu program inovasi dapat dilihat setelah diadakan pengukuran terhadap hasil program sesuai dengan tujuan khusus yang telah ditetapkan. Percobaan metode mengajar untuk menemukan teknik belajar efektif dan efisien bagi para peserta didik, baru dapat dilaksanakan setelah diadakan serangkaian kegiatan eksperimen, selanjutnya dapat diukur keberhasilannya dengan tes; (3) Evaluasi/ tes dapat meningkatkan kualitas hasil seleksi. Seleksi sering dilakukan untuk menentukan bakat peserta didik dan kemungkinan berhasil dalam studinya pada suatu lembaga pendidikan. Apakah seorang calon memilih keterampilan dalam mengemban tugas tertentu, apakah peserta didik tergolong anak terbelakang, dan sebagainya. Hasil seleksi sering digunakan untuk menempatkan dan mengklasifikasikan peserta didik dalam rangka program bimbingan. Anda juga dapat menggunakan hasil tes untuk menentukan apakah peserta didik perlu dibimbing, dilatih, diobati, dandiajari; (4) Evaluasi/ tes berguna sebagai alat untuk melakukan akreditasi, penguasaan (mastery), dan sertifikasi. Tes dapat dipergunakan untuk mengukur kompetensi seorang lulusan. Misalnya, seorang calon guru sudah dapat dikatakan memiliki kompetensi yang diharapkan setelah dia mampu mendemonstrasikan kemampuannya di dalam kelas. Untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, kemudian memberikan sertifikat, diperlukan pengukuran dengan alat tertentu, yaitu tes.
Ketiga. Fungsi bimbingan. Evaluasi/ tes menjadi sangat penting untuk mendiagnosa bakat-bakat khusus dan kemampuan (ability), bakat skolastik, prestasi, minat, dan kepribadian merupakan aspek penting yang harus mendapatkan perhatian dalam proses bimbingan. Informasi dari hasil evaluasi/ tes standar dapat membantu kegiatan bimbingan dan seleksi kepada sekolah yang lebih tinggi, memilih jurusan/ program studi, mengetahui kemampuan. Untuk memperoleh informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan bimbingan, maka diperlukan alat ukur yang memadai seperti evaluasi dan tes.

Prinsip Evaluasi Pendidikan
Depdiknas mengemukakan prinsip-prinsip umum evaluasi/ penilaian adalah mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran; mengukur sampel tingkah laku yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran; mencakup jenis-jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan; direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang digunakan secara khusus; dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati; dan dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, Anda harus memperhatikan prinsip-prinsip umum evaluasi sebagai berikut: (1) Kontinuitas. Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari dimensi input; (2) Komprehensif. Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain; (3) Adil dan objektif. Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Anda juga hendaknya bertindak secara objektif, sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa; (4) Kooperatif. Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai; (5) Praktis. Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain menggunakan alat tersebut. Untuk itu, Anda harus memperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.

Ruang Lingkup Evaluasi Pendidikan
          Untuk memahami ruang lingkup evaluasi pembelajaran mencakup semua aspek pembelajaran, baik dalam domain kognitif, afektif maupun psikomotor. jauh tentang klasifikasi domain hasil belajar, Anda dapat mengikuti pendapat yang dikemukakan Benyamin S.Bloom, dkk., yang mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu domain kognitif, doman afektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif merupakan domain yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Domain afektif adalah domain yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi, sedangkan domain psikomotor berkaitan dengan kegiatan keterampilan motorik.[47]
Pertama. Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu: (1) Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan, dan memilih; (2) Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh, meramalkan, dan meningkatkan; (3) Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan konkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan; (4) Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci; (5) Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan teknik menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi, menghimpun, menciptakan, merencanakan, merekonstruksikan, menyusun, membangkitkan, mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan; (6) Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan, menduga.
Kedua, domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu: (1) Kemauan menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menanyakan, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh, menjawab, menggunakan; (2) Kemauan menanggapi/ menjawab (responding), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu, mendiskusikan; (3) Menilai (valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya: melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, dan memilih; (3) Organisasi (organization), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, memodifikasi.
Ketiga, domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing, yaitu: (1) Muscular or motor skill, yang meliputi: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, menampilkan; (2) Manipulations of materials or objects, yang meliputi: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk; (3) Neuromuscular coordination, yang meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik dan menggunakan.

Manfaat Evaluasi Pendidikan
Evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternative strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.[48] Stufflebeam mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan[49]
Pertama, Manfaat Evaluasi Program; 1) Evaluasi program merupakan langkah awal dari proses akreditasi dan validasi lembaga dapat pula diartikan sebagai kegiatan supervisi memiliki arti sebagai upaya melakukan peninjauan untuk memberikan pembinaan. Jadi, evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi yakni yang dilakukan adalah mengumpulkan data yang tepat yang kemudian dapat ditinjau dan diberikan pembinaan yang tepat pula. Selain itu, evaluasi program juga dapat diartikan untuk melakukan validasi lembaga dan akreditasi. Jadi, evaluasi program tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus tertuju kepada lembaga secara keseluruhan. Manfaat dari evaluasi program dilihat dari aspek umum dan aspek khususnya: secara umum manfaat evaluasi program adalah kegiatan sebagai realisasi suatu kebijakan; sedangkan khusus, manfaat evaluasi program bagi lembaga untuk meningkatkan pogram dalam mencapai tujuan, Sebagai pertanggung jawaban atas tugas kepada stakeholder, pimpinan, sponsor. Dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan bahwa program perlu dilanjutkan, program perlu dilanjutkan, ditambah dananya karena merasa perlu, anggaran dikurangi karena kurang manfaatnya. Atau program dihentikan sama sekali karena menimbulkan dampak negative; 2)    Meningkatkan kualitas dan komponen-komponen Program, sementara secara lebih khususnya lagi evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Kedua, Dampak Evaluasi Program. Setiap kegiatan atau program dijalankan tidak selalu mulus pasti dilakukan evaluasi kembali untuk menindaklanjuti apakah program tersebut berjalan sesuai perencanaan atau tidak. Setelah perumusan evaluasi yang selanjutnya diaplikasikan kembali untuk melihat keberhasilan dari evaluasi apakah berdampak semakin baik atau semakin menurun. Adapun tindakan yang dapat kita lakukan ketika mengetahui dampak evaluasi, yaitu: 1)    menghentikan program, hal ini dilakukan jika program tersebut tidak ada manfaatnya atau tidak terlaksana sebagaimana yg telah diharapkan; 2)    merevisi program, hal ini dilakukan karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit); 3)    melanjutkan program, hal ini dilakukan karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat; dan 4)   menyebarluaskan program (melaksanakan program ditempat-tempat lain atau mengulangi lagi program dilain waktu), karena program tersebut berlangsung sangat baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi ditempat dan waktu lain.
Rossi dan freeman, 1985 menyebutkan dampak sebuah evaluasi dalam mengukur taraf atau tingkat ketercapaian sebuah program serta menyebabkan perubahan seseorang dalam kehidupan selanjutnya.[50] Menurut US Environmental Protection Agency mengartikan evaluasi dampak merupakan sebuah bentuk evaluasi yang mengukur akibat dari sebuah program dengan membandingkan outcome yang dihasilkan dengan taksiran awal yang terjadi, jika tidak mengikuti program ini.[51] Sedangkan World Bank’s Independent Evaluation Group (IEG) mendefinisikan evaluasi dampak merupakan suatu identifikasi sistematik tentang efek positif atau efek negatif, diharapkan atau tidak dari seseorang dalam rumahtangga, institusi dan lingkungan yang disebabkan oleh sebuah aktivitas program atau project yang diberikan sebelumnya.[52] Bertujuan mengukur akibat jangka panjang setelah seseorang menjalankan aktivitas program tertentu, baik yang berada dalam lingkungan rumahtangga, institusi, dan masyarakat. Sehingga ada penyediaan fitback membantu memperbaiki desain sebuah program atau kebijakan.
Kaitan dengan bidang pendidikan evaluasi dampak ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan sebuah system atau proses pendidikan yang telah dilakukan oleh seseorang dalam sekolah atau institusi tertentu yang lebih dititik beratkan pada tingkat keberhasilan outcome dalam masyarakat. Tingkat keberhasilan outcome ini mencakup berbagai hal, baik dari aspek perilaku maupun pengaplikasian ilmu yang didapat ketika menjalani program pendidikan. Evaluasi ini secara umum diharapkan mampu memberi masukan tentang program pendidikan yang sudah ada baik dari sisi kelebihan maupun kekurangannya ketika sudah berada dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Dengan kata lain, dengan evaluasi ini diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas, sebagai pembelajaran yang dinamis, memberi kesempatan kepada pembuat keputusan untuk memperbaiki program pendidikan yang sedang berjalan dan pada akhirnya membantu pengalokasian anggaran yang lebih baik

Model-model Evaluasi Pendidikan
Menurut Sukardi model evaluasi muncul karena adannya usaha eksplanasi secara kontinu dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni.[53] Model evaluasi yang dikenal dan digunakan untuk mengevaluasi di bidang pendidikan sebagai berikut:

Pertama, Model CIPP (Context, input, process, product). Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas. Serta membantu kelompok mengguna lainya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasinya. Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternative pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasarn serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya, pelaksana dan jadual kegiatan yang sesuai bagi kelangsungan program. Evalusi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui program kerja dan memperkirakan hasilnya. Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai-yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang, baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi kedalam penilaian terhadap dampak, efektivitas, keberlanjutan, dan daya adaptasi.[54]

Kedua. Model Kesenjangan. Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah criteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi: (1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program; (2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan diperoleh dengan yang benar-benar direalisasikan; (3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan; (4) Kesenjangan tujuan;  (5)  Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah. (6) Kesenjangan dalam system yang tidak konsisten.[55]

Ketiga. Model Evaluasi Formatif Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengadakan penyesuaian didalam kegiatan pendidikan begitu muncul kebutuhan, entah penyesuaian tersebut berkaitan dengan personal, materi, fasilitas atau berkaitan dengan objektif pembelajaran, atau bahkan dengan sikap diri sendiri. Lingkup evaluasi formatif pada umumnya dibatasi oleh luas serta jangka waktu suatu pengalaman belajar. Misalnya dikelas atau saat lokakarya tetapi harus cukup rinci memasukkan sebanyak mungkin aspek pengalaman belajar sementara pembelajaran berjalan. Perilaku peserta didik, perilaku pengajar, interaksi pengajar-peserta didik, tanggapan peserta didik terhadap materi, dan metode pengajaran sera karakteristik lingkungan, semuanya merupakan aspek dari pengalaman belajar di dalam lingkup evaluasi formatif (proses).[56] Sedangkan menurut Sukardi (2008) Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan evaluator untuk memperbaiki proses pembelajaran yang telah diterapkan.[57]

Keempat.  Model evaluasi Sumatif (Hasil). Tujuan dari evaluasi sumatif adalah menentukan efek atau hasil dari upaya pengajaran. Tujuannya adalah menjumlahkan kegiatan yang terjadi sebagai hasil pendidikan. Evaluasi sumatif (hasil) mengukur perubahan yang terjadi akibat dari pembelajaran dan pengajaran. Lingkup evaluasi hasil sebagian tergantung pada perubahan yang di ukur yang pada gilirannya bergantung pada objektif yang sudah ditetapkan bagi kegiatan pendidikan itu. Evaluasi sumatif (hasil) berfokus pada jangka waktu yang lebih panjang. Evaluasi sumatif (hasil) lebih banyak membutuhkan keahlian untuk mengembangkan strategi pengukuran dan pengumpulan data, lebih banyak waktu untuk melakukan evaluasi, memerlukan pengetahuan tentang penyusunan data dasar dan kemampuan untuk melakukan perbandinga data yang dapat dipercaya dan valid setelah pengalaman belajar terjadi.[58]
Evaluasi sumatif ini banyak dilakukan dilembaga pendidikan formal maupun pendidikan dan latihan (Diklat) yang dibiayai oleh sponsor. Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan proses pembelajaran. Evaluasi yang diperoleh dari hasil evaluasi sumatif, oleh para evaluator, kemdian secepatnya dianalisis guna menentukan posisi siswa dalam materi penguasaan materi pembelajarannya.[59]

Kelima. Model Pengukuran. Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua didalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal didalam evaluasi pendidikan. Sesuai dengan namanya model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran didalam proses evaluasi pendidikan. Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah ini menentukan besarnya (magnitude) objek, orang ataupun peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam unit-unit ukuran tertentu.
Dalam bidang pendidikan model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, sikap maupun kepribadian. Dalam hubungan dengan evaluasi program pendidikan di sekolah. Model ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes.[60] Hasil belajar yang dijadikan objek evaluasi disini terutama adalah hasil belajar dalam bidang pengetahuan (kognitif) yangmencakup berbagai tingkat pengetahuan seperti kemampuan ingatan, pemahaman aplikasi dan sebagainya, yang evaluasinya dapat dilakukan secara kuantitatif-objektif dengan menggunakan prosedur yang distandarisasikan. Sehubungan dengan itu alat evaluasi yang lazim digunakan didalam model evaluasi ini adalah tes tertulis atau paper-and-pancil test. Secara lebih khusus lagi bentuk tes biasanya digunakan adalah bentuk tes objektif, yang soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar salah dan semacamnya.[61] Beberapa ciri dari model pengukuran adalah: (1) Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang bisa diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan; (2) Evaluasi adalah pengukuran berbagai tingkah laku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena tujuannya adalah untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat sangat diperhatikan tingkat kesukaran dan daya pembeda pada masing-masing butir, serta dikembangkan acuan norma kelompok yang menggambarkan kedudukan siswa dalam kelompok; (3) Ruang lingkup adalah hasil belajar asoek kognitif; (4) Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif; (5) Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang menggunakan objektifitas. Oleh karena itu model ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan dilakukan dengan mencobakan kepada sampel yang cukup besar untuk melihat validitas daan reliabelitasnya.[62]

KeenamGoal oriented evaluastion. Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses yang didalamnya terdapat tiga hal yang perlu dibedakan, yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi pada dasarnya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai efektifitas kurikulum atau program pengajaran yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan itu mencerminkan perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak didik, maka yang paling penting dari proses evaluasi adalah memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan itu terjadi.[63]
Menurut model ini evaluasi tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian antara tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepetingan penyempurnaan program, bimbingan siswa dan pemberian informasi kepada pihak-pihak luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai. Langkah-langkah evaluasi yang perlu ditempuh didalam proses evaluasi menurut model yang kedua ini Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu: (1) Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Karena evaluasi diadakan untuk memeriksa sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu sudah dapat dicapai, perlu masisng-maing itu diperjelas rumusannya sehingga memberikan arah yang lebih tegas didalam proses perencanaan evaaluasi yang dilakukan; (2) Menetapkan test situation yang diperlukan. Dalam langkah ini ditetapkan jenis-jenis evaluasi yang memungkinkan para siswa untuk memperlihatkan perilaku yang dinilai tersebut. Situasi-situasi yang dimaksudkan dapat berbentuk demonstrasi, memecahkan persoalan-persolan tertulis memimpin kegiatan kelompok dan sebagainya; (3) Menyusun alat evaluasi. Berdasarkan rumusan tujuan dan test situation yang telah dikembangkan dalam langkah-langkah sebelumnya kini dapat ditetapkan dan disusun alat-alat evaluasi yang cocok untuk digunakan dalam menilai jenis-jenis perilaku yang tergambar dalam tujuan tersebut; (4) Menggunakan hasil evaluasi. Setelah tes dilaksanakan hasilnya diolah sedemikian rupa agar dapat memenuhi tujuan diadakannya evaluasi tersebut, baik untuk kepentingan bimbingan siswa maun untuk perbaikan program.
Karena setiap program pendidikan menyangkut tujuan yang hendak dicapai, akan lebih tepat jika hasil evaluasi tidak dinyatakan dalam bentuk keseluruhan test tapi dalam bentuk hasil bagian demi  bagian dari test yang bersangkutan sehingga terlihat bagian-bagian mana dari program pendidikan yang masih perlu disempurnakan karena belum berhasi mencapai tujuannya.[64]

Ketujuh. Model Evaluasi Sistem Pendidikan. Model evaluasi system pendidikan bertitik tolak darri pandangan bahwa keberhasilan suatu program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, cirri anak didik maupun lingkungan sekitarnya, tujuan program dan peralatan yang dipakai, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evalausi model ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program yang sedang dikembangkan dengan sejumlah criteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan jajmen mengenai program yang dinilai tersebut.
Ada beberapa hal di dalam isi pandangan di atas yang perlu digaris bawahi dan diuraikan lebih lanjut mengingat pentingnya hal-hal tersebut didalam konteks konsep evaluasi yang dianut oleh model ini; (1) Dengan mengungkapkan berbagai dimensi program model ini menekankan pada pentingnya program sebagai suatu keseluruhan yang dijadikan objek evaluasi , tanpa membatasi hanya pada aspek hasil yang dicapai saja; (2) Perbandingan antara program performance dankriteria juga merupakan salah satu inti yang penting dalam konsep evaluasi menurut model ini. Hal penting disini adalah bahwa setiap dimensi program pendidikan yang sedang dikembangkan itu perlu ditetapkan dengan tegas criteria yang dijadikan ukuran dalam menilai performance dalam maing-masing dimensi tersebut. Kelemahan Stufflebeam (1972) adalah kurang jelasnya criteria yang digunakan sebagai dasar didalam mengadakan evaluasi tersebut; (3) Model ini berpandangan bahwa model evaluasi tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan program yang telah dinilainya, melainkan harus sampai pada suatu Judgment baik-buruknya, efektif-tidaknya program pendidikanyang bersangkutan.[65]

Kedelapan. Discrepancy. Maksudkan ketidaksesuaian (bukan kesenjangan, atau perbedaan, memang perbedaan, tetapi berbeda maknanya). Maksudkan adalah ketidaksesuaian, ketidakselarasan antara dua hal yang seharusnya, idealnya, harapannya, (discrepancy exists between things which ought to be the same). Sinonimnya incongruity, disagreement, discordance, contrariety, variance.
Objek sasaran evaluasi program (lembaga pendidikan) dengan menggunakan model dicrepancy Provus itu ada 5 (lima) aspek, yaitu sebagai berikut; (1) Design (rancangan; program design). Yang dimaksud adalah ranncangan kegiatan atau program kerja. Oleh karena itu ada yang menyebutnya dengan program definition (penetapan program). Yang dievaluasi mengenainya adalah ada tidaknya unsur input, proses, dan output (sesuatu itu–lahan, personil, sarana prasarana, sumber daya–sekarang berkeadaan seperti mau diproses dengan diteliti-evaluasi, kemudian kekomprehensifan dan kosistensi (keselarasan) internal rancangan tersebut; (2) Installation (program installation; penyediaan perangkat-perlengkapan yang dibutuhkan program). Agar program bisa dilaksanakan, lembaga pembuat program itu tentu harus menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukungnya. Jadi, yang dievaluasi adalah ketepatan berbagai sumber daya, perangkat dan perlengkapan yang tersedia untuk pelaksanaan program. Jika diprogramkan meningkatkan kemampuan mahasiswa mengajar, misalnya, apakah sudah “disiapkan” tempat latihan mengajar yang baik; (3) Process (program process). Yang dimaksud adalah proses pelaksanaan program. Di dalamnya termasuk kepemimpinan dan penugasan-penugasan (instruction). Yang dievaluasi adalah keterkaitan (kegayutan) antara sesuatu yang diubah, dibangun, dikembangkan dsb. Dengan kegiatan (proses) untuk mengubah, membangun, mengembangkannya. Jika diharapkan sekian orang staf bisa studi lanjut, maka proses yang gayut adalah “menyiapkan” mereka untuk bisa studi lanjut, misalnya meningkatkan kemampuan bahasa Ingggris, meningkatkan penguasaan metodologi penelitian dan penulisan karya ilmiah, bukan menugaskan studi lanjut; (4) Product (program product, hasil program). Yang dievaluasi adalah efektivitas desain atau rancangan program; tegasnya apakah tujuan atau target program bisa tercapai; (5) Cost (biaya, pengeluaran). Yang dimaksud adalah implikasi (kemanfaatan) sosial politik ekonomi yang diharapkan bisa tergapai dari pelaksanaan program tersebut. Untuk setiap tahapan (stage) tersebut ada standar kriteria tertentu yang telah ditetapkan untuk mengevaluasinya. Mengevaluasinya, dengan demikian, secara sederhana hanya dengan membandingkan yang nyata terjadi dengan standarnya (ada ketidaksesuaian, diskrepansi, ataukah tidak).

Kesembilan. Model Evaluasi CSE-UCLA. Seperti halnya model yang lain model ini dikembangkan oleh ahli yaitu Alkin, model ini cukup sering digunakan dalam pengevaluasian yang mempunyai ciri dan perbedaan tersendiri. CSE-UCLA evaluation model merupakan singkatan dari CSE singkatan dari center for the study of evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California in los angeles. Ciri CSE-UCLA Evaluatiaon Model adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes dalam Arikunto dan Jabar (2010: 44) mengatakan tentang CSE-UCLA dibagi menjadi empat tahap; (1) CSE model: Needs Assessment. Dalam tahap ini evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah. Pertanyaan yang diajukan: (a) Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan keberadaan program, (b) Kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan keberadaan program, (c) Tujuan jangka panjang apakah yang dapat dicapai melalui program ini; (2) CSE model: Program Plening. Dalam tahap kedua ini evaluator mengumpulakan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah di identifikasi pada tahap kesatu. Dalam tahap perencanaan ini program pembelajaran dievaluasi dengan cermat untuk mengetahui apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan; (3) CSE model: Formative Evaluation. Dalam tahap ketiga ini evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian evaluator diharapkan betul-betul terlibat dalam pengembangan program karena harus mengumpulkan data dan informasi dari program pengembang; (4) CSE model: Summative Evaluation. Dalam tahap keempat ini yaitu evaluasi sumativ, para  evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program, melalui evaluasi sumatif ini, diharpakan diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana yang belum dan penyebabnya.[66]

Kesepuluh. Model Responsif Evaluation. Model Evaluasi Responsif dikembangkan pada tahun 1975 oleh Robert Stake. Evaluasi ini dikenal evaluasi yang berpusat pada klien. Menurut Stake, Evaluasi disebut respon jika memenuhi tiga kriteria yaitu; (1) Lebih berorientasi pada secara langsung kepada aktivitas program daripada tujuan program; (2) Merespons kepada persyaratan kebutuhan informasi dari audiens; dan (3) Perspektif nilai-nilai yang berbeda dari orang-orang dilayani dilaporkan dalam kesuksesan dan kegagalan dari program.
Model Evaluasi Responsif seperti; (1) Evaluator mengidentifikasi jenis dan jumlah setiap pemangku kepentingan (respondent). Jika jenisnya terlalu banyak, maka harus diranking berdasarkan pentingnya setiap pemangku kepentingan bagi program. Evaluasi mengalami keterbatasan sumber dan waktu pelaksanaan evaluasi. Misalnya, dari identifikasi ditemukan 10 jenis pemangku kepentingan yang harus direspons. Dari 10 jenis itu diambil 4 jenis pertama dalam ranking. Dari 4 jenis pemangku kepentingan tersebut kemudian diidentifikasi jumlah setiap pemangku kepentingan. Dari jumlah tersebut kemudian ditarik sampel masing-masing pemangku kepentingan secara proporsional; (2) Melakukan dengar pendapat dengan pemangku kepentingan; (3) Menyusun proposal evaluasi; (4) Melaksanakan evaluasi; (5) Membahas hasil evaluasi dengan para pemangku kepentingan; (6) Pemanfaatan hasil evaluasi.

Kesebelas. Goal Free Evaluation.  Model evaluasi yang dikembangkan oleh Scriven. Scriven mengemukakan dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah kerjanya (kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).[67] Evaluasi model Goal Free Evaluation, fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis.
    Tujuan program goal free evaluation tidak perlu diperhatikan karena kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan terakhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak bermanfaat. Dapat disimpulkan bahwa, dalam model ini bukan berarti lepas dari tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang dicapai oleh program, bukan secara rinci perkomponen yang ada.
Scriven menekankan bahwa evaluasi itu adalah interpretasi judgement ataupun explanation dan evaluator yang merupakan pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Ciri-ciri evaluasi bebas tujuan yaitu: (1) Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program; (2) Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkanfokus evaluasi; (3) Evaluasi Bebas Tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan; (4) Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin; (5) Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan, mungkin lebih baik, jika evaluasi yang berorientasi pada tujuan dan evaluasi bebas tujuan dikawinkan, karena mereka akan saling mengisi dan melengkapi. Evaluator internal biasanya melakukan evaluasi yang berorientasi pada tujuan, karena sulit menghindar atau mau tidak mau mengetahui tujuan program, tidak pantas jika ia tidak acuh. Manajer progam jelas ingin mengetahui sampai seberapa jauh progam telah dicapai, dan evaluator internal dan harus menyediakan informasi untuk manajernya.
Dengan demikian, setiap program memiliki tujuan yang hendak dicapai, maka lebih tepat jika model evaluasi disesuaikan dengan konten dan tema masing-masing sesuai tujuan yang hendak dicapai, sehingga hasil evaluasi terlihat bagian program yang masih perlu disempurnakan karena belum berhasi mencapai tujuannya. Barokallah.


[1]Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo, 2011), h. 1
[2]Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2000), h. 240-241
[3]Djemari Mardapi. (2000). Evaluasi pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional tanggal 19 – 23 September 2000 di Universitas Negeri Jakarta, h. 9
[4]D. Sharon, dkk.. Principles of Analysis Chemistry. (New York: Harcourt Brace College Publisher1982), h. 17
[5]Fathoni, Toto dan Cepi Riyana, 2009, Komponen-komponen Pembelajaran, dalam Kurikulu dan Pembelajaran,(Bandung: Jurusan Kurtepen FIP UPI, 2009), h. 165
[6]De Angelo, L.E., Accounting Number as Valuation Subsititutes: A Study of Management Buyout of Accounting Performannce in Proxy Contest, Journal of Accounting and Economics, 12:3-36, 1986, h. 17
[7]Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. ke I, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 183
[8]Oemar Hamalik.  Pengajaran Unit. (Bandung: Alumni, 1982), h. 106
[9]Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Tinjauan Teoritis dan Prkatis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 162
[10]Bloom, B. S., Madaus, G. F., & Hastings, J. T. (1971). Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning. New York: McGraw-Hill.
[11]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J. Shinkfield. Evaluation Theory, Models and Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327  
[12]Cronbach, L.J. 1963. Course improvement through evaluationTeachers College Record64, 672–683.
[13]Sridadi. Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. (Yogyakarta: FIK UNY, 2007)
[14]Lutan R. Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Dirjent Olah raga Depdiknas, 2007), h. 9
[15]Arikunto, Suharsimi. Dasar-DasarEvaluasiPendidikan.  (Jakarta: BumiAksara, 1993.)
[16]Djemari, Mardapi. (1999). Pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
[17]Calongesi, J.S. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa.(Bandung: ITB, 1995)
[18]Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2005. Kamus Inggris Indonesia: An English – Indonesian Dictionary. (Jakarta: PT Gramedia, 2005)
[19]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J. Shinkfield. Evaluation Theory, Models and Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[20]Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portofolio Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University.
[21]Calongesi, J.S. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa.(Bandung: ITB, 1995)
[22]Zainul, A dan Nasution, N. Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta: Depdikbud, 1993)  
[23]Suharsimi, Arikunto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) 
[24]Calongesi, J.S. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa.(Bandung: ITB, 1995)
[25]Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture
[26]Zainul, A dan Nasution, N. Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta: Depdikbud, 1993)
[27]Arikunto, S. dan Jabar.  Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)
[28]Djaali dan Muljono, P. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Gresindo, 2007)
[29]Purwanti, Endang. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Depdiknas, 2008), h. 3
[30]Calongesi, J.S. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa.(Bandung: ITB, 1995), h. 21
[31]Arikunto, Suharsimi. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 29
[32]Sudjana, Nana. (2016). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdikarya
[33]Arikunto, S. dan Jabar.  Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 34  
[34]Creswell, John.W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (California: Sage Publication, 1994)
[35]Brinkerhoff, R.O. et al., Program Evaluation: A. Practitiner’s Guide for Trainers and Educators, Fourth Printing. (Massachu Sett: Kluwer- Nijhoff Publishing, 1986)  
[36]Creswell, John.W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (California: Sage Publication, 1994)
 [37]Royse, David, et al., Program Evaluation, an Introduction. (Toronto:Thomson Books, 2006)
[38]Creswell, John.W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (California: Sage Publication, 1994)
[39]Royse, David, et al., Program Evaluation, an Introduction. (Toronto:Thomson Books, 2006)  
[40]Royse, David, et al., Program Evaluation, an Introduction. (Toronto:Thomson Books, 2006)   
[41]Swearingen, Pamela L. All-in-One Nursing Care Planning Resource: Medical-Surgical, Pediatric, Maternity, and Psychiatric-Mental Health (4thed). (Canada: Elsevier, 2016)
[42]Sax, Gilbert, 1980, Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation (2nd edition), California: Wadsworth Publishing Compani)
[43]Chittenden, F., Hall, G dan Hutchinson, P. 1996. Small firm growth, access to capital markets and finance structure: review of issues and empirical investigation, Small Business Economic, Vol. 8 No. 1: 59-67.
[44]Cronbach, L.J. 1963. Course improvement through evaluationTeachers College Record64, 672–683, h. 236
[45]Scriven, M. (1967) The Methodology of Evaluation, dalam Perspective of Curriculum Evaluation, AERA l (ed.Tyler, R.et.al), Chicago: Rand McNally and Company.
[46]Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan, (Bandung: CV.Mandar Maju, 1989) 
[47]Bloom, Benjamin S., etc. Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals, Handbook I Cognitive Domain. (New York: Longmans, Green and Co, 1956)
[48]Anderson, Benedict and Audrey Kahin, Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to The Debate, New York: Cornel University, 1982. 
[49]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J. Shinkfield. Evaluation Theory, Models and Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[50]Rossi, PH & Freeman, H.E. Evaluation a systematic Approach, (California: SAGE Publication, 1985)
[51]Anonim. 2008. Wikipedia Indonesia.www. wikipedia.org/wiki/htm. Diakses tgl 27/12/2011. 
[52]Anonim. 2008. Wikipedia Indonesia.www. wikipedia.org/wiki/htm. Diakses tgl 27/12/2011.
[53]Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
[54]Stufflebeam, Daniel L. dan Anthony J. Shinkfield. Evaluation Theory, Models and Applications. (San Francisco: Jossey-Bass, 2007), h. 327
[55]Fernandes, Frans S.. (1988). Hubungan Internasional dan Peranan Bangsa Indonesia: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: P2LPTK.
[56]Bastable, Susan B. (2002). Perawat sebagai pendidik (prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran). Jakarta: EGC
[57]Sukardi. Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
[58]Bastable, Susan B. Perawat sebagai pendidik (prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran). (Jakarta: EGC, 2002)
[59]Sukardi. Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
[60]Dyer, J. D., And. A. J. Mchugh. 1975. The Timeliness of the Australian Annual Report. Journal of Accounting Research (Autumn 1975): 204-19.
[61]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama.
[62]Purwanto. (2009). Evaluasi hasil Belajar. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
[63]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama.  
[64]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama.  
[65]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan (Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama. 
 [66]Arikunto, S. dan Jabar. C,S, A. 2010. Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teorotis Praktis Bagi Mahasiswadan Praktis Pendidikan. (Jakarta: PT Bumi Aksara.2010), h.44
[67]Scriven, M. (1967) The Methodology of Evaluation, dalam Perspective of Curriculum Evaluation, AERA l (ed.Tyler, R.et.al), Chicago: Rand McNally and Company.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHAN AJAR MATA KULIAH DASAR-DASAR PENDIDIKAN

Contoh Pembelajaran Berbasis Riset Mata Kuliah Evaluasi Kelembagaan An. Ahmad Isna Muhdi

BAHAN AJAR MATA KULIAH: ILMU PENDIDIKAN ISLAM